Breaking Posts

-->
6/trending/recent

Hot Widget

-->
Type Here to Get Search Results !

Akademisi Internasional Usulkan Pemindahan Kantor Pusat PBB dari Amerika Serikat

Akademisi 32 Negara Berkumpul di Sumedang, Muncul Usul Pemindahan Markas PBB

Repelita Sumedang - Sejumlah akademisi dari berbagai negara menyampaikan gagasan agar kantor pusat Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak lagi menetap di New York, Amerika Serikat.

Usulan tersebut mengemuka dalam konferensi internasional bertajuk “Bandung at 70: Assessment and Perspective to Build The World A New” yang diselenggarakan di Institut Pemerintahan Dalam Negeri, Jatinangor, Sumedang.

Guru Besar Universitas Saint Petersburg Rusia, Connie Rahakundini Bakrie, menyatakan bahwa ide pemindahan markas PBB bukanlah hal baru, namun sulit diwujudkan karena negara-negara pemilik hak veto tidak pernah mencapai kesepakatan.

Connie menjelaskan bahwa gagasan pemindahan kantor pusat PBB dari Amerika Serikat telah disuarakan oleh Presiden Pertama Republik Indonesia, Soekarno, dalam pidatonya pada tahun 1960.

Menurutnya, pemindahan markas PBB perlu dipertimbangkan kembali agar mencerminkan keseimbangan geopolitik global yang kini tidak lagi didominasi oleh negara-negara Barat.

Connie menyebut bahwa Indonesia yang kini tergabung dalam BRICS memiliki peluang untuk mendekatkan gagasan tersebut kepada Rusia dan Tiongkok, serta mengajak negara lain memahami bahwa PBB bukan milik Amerika Serikat.

Ia menambahkan bahwa PBB seharusnya meniru model Sekretariat ASEAN yang bersifat dinamis dan tidak menetap di satu negara, sebagai bentuk keadilan bagi negara-negara berkembang.

Dalam era polisentrik saat ini, menurut Connie, sudah saatnya kantor pusat PBB berpindah secara berkala agar lebih adil bagi seluruh anggota.

Direktur Politeknik STIA LAN Jakarta, Nurliah Nurdin, menegaskan bahwa sistem PBB saat ini belum mampu mewadahi rasa keadilan global dan perlu dilakukan reformasi.

Nurliah menyampaikan bahwa akademisi dari Afrika, Asia, Eropa, dan Amerika Latin yang hadir dalam konferensi tersebut memiliki pandangan serupa mengenai perlunya perubahan sistem PBB.

Ia mengungkapkan bahwa sistem PBB saat ini belum cukup memberikan ruang bagi keadilan, terutama dalam konteks perjuangan Palestina yang masih belum memperoleh hak hidup setara dengan negara-negara merdeka lainnya.

Berdasarkan hal tersebut, para akademisi sepakat bahwa gerakan menuju sistem global yang lebih adil tidak harus berasal dari pemerintah, melainkan dapat dimulai dari masyarakat dunia.

Nurliah menambahkan bahwa kekurangan sistem PBB saat ini mendorong munculnya kesepakatan bahwa perubahan dapat digerakkan oleh rakyat, bukan semata oleh negara.

Konferensi “Bandung at 70” diikuti oleh akademisi, ilmuwan, dan pakar dari 32 negara sebagai bagian dari peringatan 70 tahun Konferensi Asia Afrika 1955 yang digagas oleh Soekarno untuk memperjuangkan keadilan global dan kemandirian bangsa-bangsa di Asia dan Afrika (*).

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

-->

Below Post Ad

-->

Ads Bottom

-->
Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved