Repelita Jakarta – Anggota Komisi V DPR RI, Adian Napitupulu, menyampaikan pandangannya terkait polemik proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang menjadi sorotan publik akibat pembengkakan anggaran. Ia menilai bahwa proyek tersebut perlu dikaji ulang secara menyeluruh untuk mengetahui penyebab lonjakan biaya yang dinilai jauh lebih tinggi dibandingkan proyek serupa di negara lain.
Menurut Adian, proyek kereta cepat tidak hanya dibangun di Indonesia, tetapi juga di negara-negara seperti Jepang dan Tiongkok. Oleh karena itu, perbandingan harga menjadi penting untuk menilai kewajaran biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia.
Kereta cepat itu kan tidak cuma dibangun di Indonesia, juga dibangun di berbagai negara yang lain. Baik itu yang produksi Cina, yang produksi Jepang, maupun negara-negara lain. Ini bandingkan saja harganya. Lalu diperiksa kenapa kita gede banget, ujarnya melalui akun Facebook pribadinya, Selasa, 22 Oktober 2025.
Ia juga menyoroti pentingnya transparansi dalam proses negosiasi awal proyek tersebut. Menurutnya, publik berhak mengetahui siapa yang bertanggung jawab atas pembengkakan biaya dan bagaimana kesepakatan awal dibuat.
Bagaimana perjanjian awalnya, siapa yang melakukan negosiasi dan sebagainya gitu loh, tukasnya.
Adian merespons sikap Menteri Keuangan yang disebut enggan menalangi kelebihan biaya proyek kereta cepat melalui APBN. Ia menyebut bahwa keputusan tersebut pasti memiliki alasan yang perlu dijelaskan kepada publik.
Nah, kalau kenapa Menteri Keuangan tidak mau kemudian menalangi atau membayar itu, ya tanya Menteri Keuangan. Kenapa tidak mau? Pasti punya alasan, terangnya.
Lebih lanjut, Adian menyinggung wacana pembangunan kereta cepat rute Jakarta-Surabaya yang mulai diwacanakan pemerintah. Ia menyebut bahwa gagasan tersebut memang baik, namun pelaksanaannya juga harus dilakukan dengan cara yang baik dan efisien.
Kalau menurut gue, gagasan kereta cepat itu gagasan bagus. Problemnya yang bagus tidak cuma di gagasan doang. Tapi bagaimana cara merealisasikan gagasan juga harus bagus lah, katanya.
Ia mengingatkan bahwa proyek infrastruktur di Indonesia kerap mengalami pembengkakan biaya di berbagai sektor. Menurutnya, hal ini menjadi masalah yang harus segera dibenahi agar tidak terus berulang.
Pakai biayaan. Iya dong. Kan kita ini kan selalu bengkak. Biaya-biaya apapun kita ini bengkak, ucap Adian.
Terkait proyek yang awalnya bersifat Business to Business namun kemudian melibatkan dana APBN, Adian menilai perlu ada evaluasi dan klarifikasi dari pihak-pihak yang terlibat dalam proses negosiasi awal. Ia menegaskan bahwa setiap perjanjian harus dibuat dengan itikad baik.
Ya makanya yang harus diperiksa itu bagaimana sih sebenarnya, siapa yang melakukan negosiasi, berapa sebenarnya harga yang patut, tegasnya.
Kan seluruh perjanjian itu selalu ada unsur dibuat dengan niat baik. Bagaimana cara mengukur ada niat baik atau tidak niat baik, ya dilihat dari harga kepatutannya, harga kelayakannya dianggap berapa, jelasnya.
Kalau kemudian bisa dibuktikan perjanjian itu tidak dilakukan berdasarkan niat baik, ya bisa diminta dibatalkan atau dinegosiasikan ulang. Tapi kan problemnya adalah kok gede banget sih gitu loh, kuncinya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

