
Repelita Gunungkidul – Kasus keracunan massal kembali mengguncang Daerah Istimewa Yogyakarta, kali ini menimpa ratusan siswa dan guru di Kabupaten Gunungkidul yang mengikuti program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Insiden tersebut terjadi pada Rabu, 29 Oktober 2025, di dua sekolah yang berada di Kecamatan Saptosari, yaitu SMKN 1 Saptosari dan SMPN 1 Saptosari.
Dari total 1.154 siswa di SMKN 1 Saptosari, sebanyak 476 siswa dan 10 guru dilaporkan mengalami gejala keracunan, sementara 33 siswa lainnya tidak hadir di sekolah dan belum dipastikan apakah turut terdampak.
Di SMPN 1 Saptosari, sebanyak 186 dari 420 siswa juga mengalami gejala serupa setelah menyantap makanan yang disediakan dalam program MBG.
Menanggapi kejadian tersebut, Bupati Gunungkidul Endah Subekti Kuntariningsih langsung melakukan peninjauan ke dapur penyedia makanan MBG untuk memastikan kondisi dan proses pengolahan makanan.
Endah menekankan pentingnya pengawasan menyeluruh terhadap bahan baku, proses memasak, serta kebersihan air yang digunakan dalam kegiatan tersebut.
“Tadi kami sudah mengecek bahan bakunya, tempat memasak nasi, tempat cuci piring, hingga sistem pendinginan makanan. Dari hasil pemeriksaan, masih ditemukan indikasi air yang mengandung bakteri E. coli,” ujar Endah kepada awak media.
Ia menjelaskan bahwa keberadaan bakteri E. coli sangat berbahaya, terutama bagi anak-anak, karena dapat menyebabkan gangguan pencernaan dan diare.
“Kalau airnya mengandung E. coli, itu berbahaya. Apalagi kalau makanan masih panas langsung ditutup, uapnya bisa memicu munculnya jamur dan bakteri,” jelasnya.
Endah juga menyoroti peran penting Satuan Petugas Program Gizi (SPPG) dalam memastikan kelayakan makanan yang disajikan kepada siswa.
Ia menegaskan bahwa memasak untuk anak sekolah bukan sekadar rutinitas, melainkan tanggung jawab moral yang harus dijalankan dengan penuh perhatian.
“Masak itu harus pakai perasaan. Kalau ada bahan yang tidak layak, jangan diteruskan. Ini bukan soal marah, tapi soal nyawa anak-anak kita,” tegasnya.
Endah mengaku sempat panik saat mengetahui jumlah korban terus bertambah dari laporan awal sebanyak 225 siswa hingga mencapai angka ratusan.
“Saya langsung perintahkan semua Puskesmas siaga, ambulance disiapkan, dan tidak ada yang pulang sebelum dapat informasi dari Kepala Dinas,” katanya.
Meski jumlah korban cukup besar, Pemerintah Kabupaten Gunungkidul belum menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) karena sebagian besar siswa telah pulang dan menjalani perawatan di rumah masing-masing.
“Kami masih menunggu perkembangan. Ada siswa yang tubuhnya kuat, jadi gejalanya muncul belakangan. Tapi semoga semua segera pulih,” ujar Endah.
Ia menambahkan bahwa meskipun kasus keracunan tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan, Pemkab Gunungkidul telah menyiapkan dana sebesar Rp100 juta untuk membantu biaya perawatan para siswa.
“Keracunan memang tidak ditanggung BPJS, tapi kami sudah siapkan anggaran Rp100 juta untuk biaya perawatan anak-anak,” jelasnya.
Sebagai langkah lanjutan, Endah meminta seluruh dapur penyedia MBG di wilayah Gunungkidul untuk melakukan evaluasi total terhadap seluruh proses, mulai dari pencucian alat masak, pengolahan bahan makanan, hingga distribusi ke sekolah.
“Ini jadi cambuk bagi kita semua. Dari kepala dapur sampai juru masak harus sadar bahwa kebersihan itu utama. Jangan sampai piring yang masih basah diisi makanan, karena jamur dan bakteri bisa tumbuh di situ,” pungkasnya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

