Repelita Wakatobi - Nama La Ode Litao menjadi sorotan publik setelah terungkap bahwa ia merupakan daftar pencarian orang (DPO) kasus pembunuhan namun berhasil mengurus SKCK dan dilantik sebagai anggota DPRD Wakatobi.
Kasus ini memicu pertanyaan besar mengenai rapuhnya sistem hukum saat berhadapan dengan politik.
La Ode Litao alias Litao alias La Lita, anggota DPRD Wakatobi dari Partai Hanura, diketahui masuk dalam DPO kasus pembunuhan yang berlangsung selama 11 tahun terakhir.
Fakta ini membuat masyarakat dan warganet mempertanyakan proses seleksi dan verifikasi calon anggota legislatif, karena seorang DPO justru lolos menjadi legislatif.
Awal terbongkarnya kasus Litao terjadi ketika keluarga korban pembunuhan Wiranto, 17 tahun, menanyakan kejelasan kasus ke Polres Wakatobi.
Wiranto tewas pada 25 Oktober 2014 di Lingkungan Topa, Kelurahan Mandati I, Kecamatan Wangiwangi Selatan, Wakatobi, setelah bersenggolan dengan salah satu pelaku dalam sebuah acara.
Dalam perkara ini, tiga orang pelaku mencuat, yaitu Rahmat La Dongi, La Ode Herman, dan Litao, yang mengeroyok korban hingga tewas.
Rahmat dan Herman telah diproses dan divonis Pengadilan Negeri Baubau selama 4 tahun 6 bulan penjara, sedangkan Litao melarikan diri dan selama 11 tahun menjadi DPO Polres Wakatobi.
Pada tahun 2024, Litao muncul dan mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Wakatobi dari Partai Hanura.
Ia berhasil mengurus semua dokumen, mulai dari SKCK hingga dokumen KPU, kemudian lolos pencalonan dan dilantik pada 1 Oktober 2024.
Publik mempertanyakan kinerja Polres Wakatobi karena seorang DPO pembunuhan dapat mengurus SKCK dengan mudah, padahal Litao sudah masuk daftar DPO sejak 2014.
Kabid Humas Polda Sultra, Kombes Iis Kristian, menyatakan bahwa Litao sudah ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan surat penetapan nomor tap/126/VIII/RES.1.7/2025 dan akan diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku, dikutip dari KOMPAS.id, Kamis, 8 September 2025.
Keluarga korban, melalui kuasa hukumnya La Ode Muhammad Sofyan Nurhasan, menekankan bahwa sudah 11 tahun menunggu keadilan dan menilai Polres Wakatobi tidak profesional dalam menjalankan tugas.
Litao pun terancam dijerat Pasal 80 Ayat 3 Juncto Pasal 76C UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga Rp 3 miliar.
Ketika dikonfirmasi, Litao enggan banyak bicara dan menyatakan ingin berkoordinasi dengan kuasa hukumnya terlebih dahulu. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok

