Breaking Posts

-->
6/trending/recent

Hot Widget

-->
Type Here to Get Search Results !

Reklamasi Diduga Ilegal Berlangsung di Sisi Lain Pulau yang Dikunjungi Gibran

foto

Repelita Batam – Aktivitas reklamasi yang diduga ilegal sedang berlangsung di Pulau Setokok, Kecamatan Bulang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Lokasi reklamasi ini berjarak sekitar 3,5 kilometer dari keramba lobster yang baru saja dikunjungi Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka pada Rabu, 10 September 2025.

Founder Akar Bhumi Indonesia, Hendrik Hermawan, mengungkapkan bahwa temuan ini berawal dari laporan nelayan pada 19 Juli 2025. Laporan tersebut mengindikasikan adanya dugaan reklamasi ilegal dan pematangan lahan yang mencemari lingkungan di pesisir Pulau Setokok. Lokasi tepatnya berada di koordinat 0°57'37.4" LU dan 104°02'45.8" BT.

Akar Bhumi telah melakukan verifikasi lapangan atas laporan tersebut dan membuktikan adanya aktivitas reklamasi yang dimaksud. "Kami temukan reklamasi dan pematangan lahan menyebabkan aliran lumpur masuk ke laut saat turun hujan," kata Hendrik pada Kamis, 11 September 2025.

Masuknya aliran lumpur tersebut mengakibatkan kerusakan ekosistem laut yang berbatasan langsung dengan keramba Balai Perikanan Budidaya Laut Batam. Lokasi reklamasi juga hanya berjarak sekitar 3,5 kilometer dari bekas lokasi penanaman mangrove oleh Presiden Joko Widodo pada 28 September 2021.

Meskipun terdapat tanggul di sebagian area reklamasi, banyak area lain tampak bekas timbunan yang masuk ke laut. "Kami juga menemukan pelaku reklamasi menggunakan oil boom yang sejatinya hanya untuk menahan tumpahan minyak, bukan lumpur atau sedimen. Jadi, upaya itu jelas tidak efektif," ujar Hendrik.

Hasil pemantauan menggunakan kamera udara atau drone juga menemukan adanya pencemaran perairan di sekitar area reklamasi. “Kami pastikan, ini bukan lagi potensi, melainkan sudah terjadi kerusakan dan pencemaran lingkungan di kawasan tersebut,” katanya menambahkan.

Akar Bhumi telah melaporkan temuan tersebut ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Termasuk dengan dugaan pelaku dan tujuannya, yakni pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Akar Bhumi menegaskan bahwa reklamasi ilegal melanggar UU No. 32 Tahun 2009 tentang Pelindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Selain meninjau lokasi, Akar Bhumi juga telah melakukan verifikasi kepada nelayan sekitar. Misalnya, nelayan di Pulau Akar dan Pulau Panjang. Mereka mengaku merasakan penurunan hasil tangkapan akibat pembangunan di pesisir tersebut. Sedimentasi yang menyebar cepat ke laut membuat biota laut terganggu.

“Nelayan menyampaikan penghasilan mereka menurun. Itu wajar, karena kerusakan pesisir membawa dampak ekonomi langsung,” kata Hendrik menjelaskan.

Selain mengancam mata pencarian, kawasan terdampak juga diduga memiliki ekosistem penting seperti mangrove, padang lamun, dan terumbu karang. "Akar Bhumi Indonesia saat ini masih menunggu hasil kajian citra satelit untuk memastikan kondisi ekosistem sebelum pembukaan lahan dilakukan," kata Hendrik.

Ketua Akar Bhumi Indonesia, Sony Rianto, mempertanyakan izin atas proyek reklamasi yang diperkirakan seluas sekitar 100 hektare tersebut. Ia menunjuk Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Kepulauan Riau.

“Ini yang akan kami dalami. Apakah perusahaan sudah sesuai prosedur atau justru melanggar aturan. Bagaimanapun, reklamasi tetap ada regulasinya,” ujar Sony sambil menambahkan pelaporan juga akan dilakukan ke Kementerian Kelautan dan Perikanan. "Kami ingin memastikan apakah kegiatan perusahaan itu sesuai aturan atau tidak,” tuturnya.

Kepala Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Batam KKP, Semuel Sandi Rundupadang, mengatakan izin reklamasi di Batam ada di BP Batam sesuai amanat PP 25 Tahun 2025. Begitu juga dengan penerbitan PKPRL.

Namun, Kepala Biro Umum BP Batam Mohammad Taopan mengatakan, sampai saat ini izin reklamasi masih dalam proses sinkronisasi dengan KKP. "Saya cek dulu ya," kata Taopan. Terkait pengawasan reklamasi yang sedang berlangsung, Taopan belum menjawab.

Berdasarkan pantauan Tempo, pembangunan di kawasan tersebut berlangsung dengan cepat. Terlihat pada 30 Agustus 2025 lalu, cut and fill sudah mulai tahap akhir. Terlihat pada gerbang masuk proyek terdapat tulisan nama perusahaan PT Karsa Adhitama Persada (KAP). Salah seorang pekerja di kawasan tersebut mengatakan proyek tersebut untuk membangun PLTU. Tidak ada keterangan resmi dari lokasi. (*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

-->

Below Post Ad

-->

Ads Bottom

-->
Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved