Repelita Jakarta - Polemik antara Tentara Nasional Indonesia dan Ferry Irwandi mencuat pada September 2025 ketika Satuan Siber Mabes TNI berencana melaporkan Ferry Irwandi seorang konten kreator dan CEO Malaka Project atas dugaan pencemaran nama baik institusi melalui unggahan media sosialnya.
Langkah hukum yang hendak dilakukan TNI terhadap Ferry Irwandi mendapat respons dari eksekutif, legislatif, hingga masyarakat sipil.
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Permasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menegaskan TNI sebagai institusi tidak bisa melaporkan Ferry Irwandi kepada pihak berwajib karena pelaporan pencemaran nama baik hanya dapat dilakukan oleh individu.
Pasal 27A UU ITE merupakan delik aduan dan yang dapat mengadukan adalah korban sebagai person individu, bukan institusi atau badan hukum, ujar Yusril pada Kamis 11 September 2025.
Yusril menambahkan Putusan Mahkamah Konstitusi No 105/PUU-XXI/2024 tanggal 29 April 2025 mempertegas bahwa yang dapat menjadi korban pencemaran nama baik adalah seorang individu dan bukan institusi.
Ia mendorong TNI membuka komunikasi dan berdialog dengan Ferry Irwandi dalam suasana keterbukaan dan prasangka baik untuk mengkaji tulisan-tulisan yang bersifat kritik konstruktif.
Anggota Komisi I DPR RI Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin menegaskan dugaan pencemaran nama baik terhadap institusi tidak dapat diproses melalui jalur pidana.
TB Hasanuddin menekankan putusan MK sudah tegas menyatakan pencemaran nama baik hanya bisa diproses jika ditujukan kepada orang perorangan, bukan institusi, pada Rabu 10 September 2025.
Hasanuddin menyoroti fungsi pertahanan siber yang terbatas pada lingkungan Kementerian Pertahanan dan TNI, serta meminta penjelasan tindakan Ferry Irwandi yang dianggap mengancam pertahanan siber.
Koalisi Masyarakat Sipil mendesak kepolisian untuk tidak memproses laporan hasil pemantauan Satuan Siber TNI kepada Ferry Irwandi, karena tindakan tersebut berpotensi mengintervensi proses penegakan hukum dan menimbulkan efek jeri pada kebebasan berekspresi.
Koalisi menilai Satuan Siber TNI seharusnya fokus pada ancaman perang siber sebagai bagian dari pertahanan siber, bukan menjangkau ranah sipil.
Pihak TNI memberi sinyal tetap akan mengambil langkah hukum terhadap Ferry Irwandi meski ada putusan MK Nomor 105/PUU-XXII/2024 terkait pasal pencemaran nama baik dalam UU ITE.
Kapuspen TNI Brigjen (Mar) Freddy Ardianzah menjelaskan kehadirannya bersama Dansatsiber TNI, Danpuspom TNI, dan Kababinkum TNI di Polda Metro Jaya pada Senin 8 September 2025 masih sebatas konsultasi hukum terkait pernyataan dan tindakan Ferry Irwandi.
Freddy menyatakan dugaan pernyataan Ferry di ruang publik memuat unsur provokatif, fitnah, kebencian, serta disinformasi yang dapat menciptakan persepsi negatif terhadap TNI.
Ia menambahkan perbuatan Ferry berpotensi memecah belah persatuan masyarakat, mengadu domba masyarakat dengan aparat, maupun antar aparat TNI dan Polri.
Langkah hukum yang diambil TNI akan menimbang secara cermat aturan yang berlaku dan bertujuan menjaga martabat prajurit TNI, persatuan bangsa, serta stabilitas keamanan nasional.
Freddy mengajak warga negara menempatkan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi, tetap tenang, bijak, dan tidak terprovokasi oleh informasi yang memecah belah.
Polemik ini bermula dari pernyataan Brigjen Juinta yang menemukan dugaan tindak pidana oleh Ferry Irwandi melalui patroli siber.
Brigjen Juinta menyambangi Polda Metro Jaya pada Senin 8 September 2025 untuk berkonsultasi, namun tidak merinci dugaan tindak pidana karena merupakan materi penyidikan.
Ia menyebut telah mencoba menghubungi Ferry Irwandi untuk klarifikasi, namun nomor kontak yang bersangkutan tidak aktif.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

