Repelita Jakarta - Skandal dugaan korupsi kuota haji senilai Rp1 triliun terus membuka fakta baru setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penyitaan dokumen dan ponsel dari rumah mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Barang bukti tersebut diyakini mengandung informasi penting terkait praktik jual beli kuota haji yang nilainya fantastis, bahkan mencapai hampir Rp1 miliar per orang.
Sejumlah nama mulai dipanggil untuk diperiksa, termasuk petinggi GP Ansor dan pengusaha travel haji, menyusul peningkatan status kasus ke tahap penyidikan pada dugaan korupsi kuota haji tahun 2023-2024.
Penyidik KPK kini tengah menjadwalkan pemeriksaan terhadap orang-orang terdekat Gus Yaqut. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengumpulkan bukti tambahan sebelum penetapan tersangka.
Terbaru, KPK memeriksa Wakil Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat GP Ansor, Syarif Hamzah Asyathry, pada Kamis, 4 September 2025, terkait dokumen dan barang bukti elektronik yang disita dari rumah mantan Menag.
Penggeledahan di rumah Yaqut di Jakarta Timur pada 15 Agustus 2025 menjadi titik penting, dengan penyitaan dokumen dan ponsel pintar yang diyakini menyimpan data krusial.
Pemeriksaan Syarif dan beberapa saksi lain dianggap langkah awal untuk menyingkap siapa saja yang terlibat dalam dugaan penyelewengan kuota haji.
Selain Syarif, KPK memanggil lima saksi lain pada hari yang sama, termasuk Syam Resfiadi dari Sapuhi, Muhammad Al Fatih dan Juahir dari Kesthuri, Firda Alhamdi dari PT Raudah Eksati Utama, dan Muhamad Agus Syafii dari Direktorat Bina Umrah dan Haji Khusus Kemenag.
Kasus ini bermula dari kebijakan Yaqut pada periode 2023–2024 yang mengubah skema tambahan 20.000 kuota haji, dengan pembagian 50:50 antara kuota reguler dan haji khusus, berbeda dari rasio 92:8 yang ditetapkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019.
Perubahan skema ini diduga membuka ruang praktik jual beli kuota haji khusus, memungkinkan calon jemaah membayar sejumlah uang agar bisa berangkat lebih cepat melewati antrean panjang.
KPK memperkirakan kerugian negara dari praktik ini mencapai Rp1 triliun.
Sejumlah pihak telah dicegah ke luar negeri, termasuk Yaqut, staf khususnya Ishfah Abidal Aziz, dan pengusaha travel haji Fuad Hasan Masyhur, meski hingga kini belum ada tersangka yang diumumkan.
Tokoh NU Papua, KH Toni Victor Mandawiri Wanggai, meminta KPK tidak ragu memeriksa lingkaran dalam Gus Yaqut dan orang-orang dekat Ishfah Abidal Aziz.
Toni menekankan pentingnya segera menetapkan tersangka untuk menelusuri aliran uang dari praktik korupsi kuota haji.
Ia menilai keuntungan dari jual beli kuota haji pasti mengalir ke orang-orang terdekat, dan penyidik KPK harus cermat menelusuri aliran dana serta mengeksekusi pihak yang terbukti terlibat.
Menurut Toni, koruptor yang merasa aman dan nyaman akan menghambat kemajuan, keadilan, dan kesejahteraan Indonesia, sehingga tindakan tegas sangat diperlukan.
Ia menambahkan bahwa masyarakat Papua berharap pejabat, politisi, pengusaha, atau agamawan yang korup tidak merampok uang negara, agar pembangunan di Papua tidak terhambat.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebelumnya menyatakan akan segera menetapkan tersangka dugaan korupsi kuota haji 2023-2024, namun pengumuman tersebut bergantung pada pendalaman dokumen dan barang bukti oleh KPK.
Penyidik juga telah meminta audit jumlah pasti kerugian negara, dengan perhitungan awal pada 11 Agustus 2025 menunjukkan kerugian lebih dari Rp1 triliun.
Tambahan bukti diperoleh dari penggeledahan di tiga kantor asosiasi penyelenggara haji dan satu rumah biro travel pada 19 Agustus 2025, berupa catatan keuangan jual beli tambahan kuota haji dan barang bukti elektronik.
KPK mengungkap praktik jual beli kuota haji dengan harga bervariasi antara Rp100 juta hingga Rp300 juta per kuota, bahkan haji furoda mencapai hampir Rp1 miliar.
Hingga saat ini, KPK belum menetapkan tersangka karena masih memerlukan tambahan bukti untuk menjerat pihak yang terlibat.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

