Breaking Posts

-->
6/trending/recent

Hot Widget

-->
Type Here to Get Search Results !

Calon Hakim Agung Annas Mustaqim Kritik KPK Pamerkan Tersangka dengan Rompi dan Borgol

 Calon hakim agung, Anas Mustaqim saat menjalani fit and proper test di Ruang Rapat Komisi III DPR RI, Jakarta, Selasa (9/9/2025).

Repelita Jakarta - Calon hakim agung Annas Mustaqim menyoroti praktik lembaga penegak hukum yang menampilkan tersangka korupsi dengan rompi tahanan dan tangan diborgol.

Menurut Annas, tindakan tersebut melanggar prinsip dasar hukum, yaitu asas praduga tak bersalah.

Pernyataan itu ia sampaikan saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan calon hakim agung di Komisi III DPR pada Selasa, 9 September 2025.

Dalam forum tersebut, Annas mendapat pertanyaan dari anggota Komisi III DPR, Benny Utama.

Benny meminta pendapatnya terkait kebiasaan KPK maupun aparat penegak hukum lain yang memamerkan tersangka kepada publik setelah operasi tangkap tangan.

Benny menyebut praktik itu bisa menimbulkan opini publik bahwa seorang tersangka benar-benar bersalah sebelum pengadilan memutuskan.

Annas menilai cara itu memang bermasalah karena dapat membentuk persepsi negatif di masyarakat.

Ia menegaskan bahwa hukum acara pidana di Indonesia menjamin hak setiap tersangka untuk dianggap tidak bersalah sampai ada putusan berkekuatan hukum tetap.

Menurutnya, dulu KPK tidak menayangkan tersangka yang sudah mengenakan rompi oranye atau tangan diborgol.

Namun, belakangan praktik itu kerap muncul dan menjadi tontonan publik.

Hal ini, lanjut Annas, jelas tidak sejalan dengan prinsip perlindungan hak asasi manusia.

Ia menegaskan bahwa setiap orang, termasuk tersangka kasus korupsi, tetap memiliki hak untuk diperlakukan secara adil.

Praduga tak bersalah, kata Annas, adalah asas yang tidak bisa dinegosiasikan.

Jika dilanggar, akan merusak tatanan hukum dan merendahkan martabat manusia.

Ia juga menekankan bahwa tugas lembaga peradilan bukan hanya menghukum, tetapi juga memastikan hak-hak warga negara tetap terlindungi.

Dalam KUHAP, jelas diatur bahwa seseorang baru dapat dinyatakan bersalah setelah ada putusan pengadilan yang final dan mengikat.

Annas menyebut, publikasi berlebihan justru dapat mengganggu jalannya proses hukum.

Selain itu, pemberitaan mengenai tersangka dengan rompi tahanan bisa menimbulkan stigma yang melekat seumur hidup, meski akhirnya pengadilan menyatakan tidak bersalah.

Ia berharap agar lembaga penegak hukum kembali menegakkan aturan sesuai koridor hukum yang berlaku.

Dengan begitu, asas keadilan tetap terjaga dan masyarakat memperoleh contoh praktik hukum yang benar.

Pernyataan Annas ini menjadi perhatian karena disampaikan dalam forum resmi seleksi hakim agung, yang menentukan arah kualitas peradilan di Indonesia ke depan.(*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

-->

Below Post Ad

-->

Ads Bottom

-->
Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved