Aktivis HAM Maria Catarina Sumarsih: Kita Tak Boleh Diam Saat Rakyat Ditindas

Repelita Jakarta - Aktivis hak asasi manusia Maria Catarina Sumarsih kembali menegaskan pentingnya keberanian dalam menghadapi ketidakadilan.

Ia menekankan bahwa sikap diam ketika rakyat mengalami penindasan sama saja membiarkan ketidakadilan terus terjadi.

“Kita tidak boleh diam ketika rakyat ditindas—baik secara ekonomi maupun melalui perlakuan yang kejam.

Keadilan harus diwujudkan, baik di meja pengadilan maupun lewat kebijakan publik,” tegas Sumarsih, pada acara Kamisan, Kamis 5 September 2025.

Sumarsih, yang akrab dipanggil Ibu Sumarsih, dikenal sebagai ibu dari Bernardinus Realino Norma Irawan atau Wawan, mahasiswa Universitas Atma Jaya yang gugur tertembak dalam Tragedi Semanggi I tahun 1998.

Sejak kehilangan putranya, ia bertekad memperjuangkan keadilan bagi korban pelanggaran HAM.

Kesetiaannya diwujudkan melalui Aksi Kamisan, aksi diam setiap Kamis di depan Istana Negara.

Selama lebih dari 17 tahun, Sumarsih tidak pernah absen, berdiri bersama keluarga korban pelanggaran HAM lain untuk menagih janji negara.

Dedikasi dan ketekunannya menjadikannya simbol perlawanan terhadap impunitas.

Perjuangan Sumarsih mendapat penghargaan, termasuk Yap Thiam Hien Award, serta sorotan media internasional seperti The Guardian dan Los Angeles Times yang menulis tentang kegigihannya.

“Perlawanan ini bukan hanya untuk Wawan.

Ini untuk semua rakyat Indonesia, agar tidak ada lagi korban berikutnya,” ujarnya penuh keyakinan.

Kini, Aksi Kamisan tidak lagi sekadar milik keluarga korban, tetapi telah menjadi gerakan moral lintas generasi.

Bagi Sumarsih, perjuangan tanpa lelah ini merupakan wujud cinta kasih seorang ibu sekaligus suara rakyat yang menolak tunduk pada ketidakadilan.(*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga