Repelita Jakarta - Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk memberikan amnesti kepada Yulianus Paonganan yang akrab disapa Ongen, seorang terpidana yang terjerat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik karena dinilai menghina Presiden ke-7 Republik Indonesia Joko Widodo pada 2016 lalu.
Keputusan pemberian amnesti ini disampaikan oleh Menteri Hukum Supratman Andi Agtas yang menjelaskan bahwa Ongen termasuk di antara 1.178 terpidana yang diampuni Presiden Prabowo lantaran dianggap memenuhi ketentuan, bersama dengan nama-nama lain termasuk mantan Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto.
Dalam konferensi pers pada Jumat 1 Agustus 2025, Supratman membeberkan bahwa hampir seluruh data para penerima amnesti ini bersumber dari Kementerian Imigrasi dan Permasyarakatan.
Pemerintah memprioritaskan narapidana yang menjalani hukuman karena kasus narkotika, tindakan makar tanpa senjata di Papua, penderita gangguan mental, pasien paliatif, penyandang disabilitas intelektual, dan narapidana lanjut usia.
Di hadapan awak media, Supratman menegaskan, nama Ongen bersama Hasto Kristiyanto turut masuk dalam daftar penerima amnesti karena pertimbangan tertentu yang telah diputuskan bersama.
Perjalanan kasus Ongen bermula ketika pada 18 Desember 2015, dirinya ditetapkan sebagai tersangka oleh Badan Reserse Kriminal Polri setelah mengunggah sebuah foto Presiden Joko Widodo bersama artis Nikita Mirzani di akun media sosialnya dengan menyertakan tulisan #papadoyanl***e.
Tagar bernada nyeleneh itu dituliskan Yulianus hingga ratusan kali di linimasa media sosialnya, yang oleh pihak kepolisian dinilai melanggar ketentuan terkait konten pornografi.
Kasus ini membuat Ongen dijerat dengan Pasal 4 ayat (1) huruf a dan e Undang-Undang Pornografi serta Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang ITE, dengan ancaman hukuman penjara minimal enam tahun hingga maksimal dua belas tahun serta denda yang besar.
Saat berhadapan dengan proses hukum, Yulianus sempat menunjuk Yusril Ihza Mahendra yang kini menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi dan Permasyarakatan, sebagai kuasa hukumnya.
Pada 10 Mei 2016, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sempat mengabulkan keberatan penasihat hukum Yulianus sehingga putusan awal membebaskannya dari segala dakwaan.
Namun, proses hukum berlanjut dengan berkas perkara baru yang berujung pada putusan bersalah, bahkan upaya banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tidak berhasil membatalkan putusan tingkat pertama.
Di tengah publikasi media, sempat beredar informasi bahwa Yulianus merupakan dosen di Institut Pertanian Bogor (IPB), namun pihak kampus langsung membantah kabar tersebut.
Data dari Pangkalan Data Pendidikan Tinggi menunjukkan Yulianus Paonganan tercatat sebagai dosen tetap di Universitas Nusa Cendana Kupang, Nusa Tenggara Timur, di program studi Biologi dengan riwayat pendidikan sarjana dari Universitas Hasanuddin pada 1997 dan gelar master di IPB pada 2000.
Tercatat pula, ia aktif mengajar di Universitas Nusa Cendana pada 2006 hingga 2009 dengan mengampu beberapa mata kuliah seperti Biologi Laut, Ekologi Hewan, hingga Planktonologi.
Yulianus diketahui pernah terlibat dalam riset bertema Analisis Invasi Makroalga di perairan Jakarta, serta pernah menjadi staf Menteri Perhubungan pada 2009 sampai 2010.
Selain aktif di bidang akademik, Ongen juga dikenal merakit pesawat tanpa awak atau drone, dengan sejumlah foto dokumentasi aktivitasnya membangun drone dibagikan melalui akun Facebook miliknya.
Dalam beberapa unggahan, tampak pula dirinya berpose bersama para perwira TNI Angkatan Laut sambil memamerkan drone rakitannya.
Selain itu, Yulianus juga diketahui pernah menjabat sebagai pimpinan redaksi Maritime Media Group.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

