
Repelita Batam – Vonis hukuman mati yang dijatuhkan kepada mantan Kasat Resnarkoba Polresta Barelang, Kompol Satria Nanda, oleh Pengadilan Tinggi Kepulauan Riau menjadi sorotan publik sekaligus peringatan keras bagi seluruh jajaran kepolisian agar tidak menyalahgunakan kewenangan dalam kasus narkotika.
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Mohammad Choirul Anam, menegaskan bahwa putusan tersebut seharusnya menjadi refleksi bagi seluruh institusi penegak hukum, khususnya Polri, agar tidak bermain-main dengan kejahatan narkoba.
Vonis tersebut menggambarkan sikap tegas lembaga peradilan terhadap pelanggaran berat yang dilakukan oleh aparat penegak hukum yang justru menyalahgunakan kekuasaan demi keuntungan pribadi.
Sebelumnya, Satria Nanda divonis hukuman penjara seumur hidup oleh pengadilan tingkat pertama terkait penyimpangan barang bukti narkoba jenis sabu.
Namun, putusan tersebut diperberat oleh Pengadilan Tinggi Kepulauan Riau menjadi hukuman mati setelah majelis hakim mempertimbangkan bahwa peran Satria dalam penggelapan dan penyalahgunaan narkoba dilakukan secara terorganisir dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian.
Dalam perkara ini, Shigit Sarwo Edhi selaku mantan Kanit I Satresnarkoba juga dijatuhi hukuman serupa karena terbukti bersama-sama menyisihkan barang bukti sabu dari hasil pengungkapan kasus demi kepentingan pribadi.
Keduanya dianggap telah mengkhianati kepercayaan publik serta mencoreng nama baik kepolisian dengan tindakan mereka yang melibatkan jaringan internal dalam memanipulasi barang bukti.
Choirul Anam menekankan bahwa meski putusan belum memiliki kekuatan hukum tetap karena masih dimungkinkan dilakukan upaya hukum kasasi, proses etik internal di Polri harus tetap berjalan.
Menurutnya, tindakan tegas secara institusional tetap harus dilakukan meski proses pidana belum selesai.
Ia menyerukan agar Mabes Polri segera memutuskan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) terhadap kedua personel tersebut, sebagai bentuk pertanggungjawaban institusional yang jelas di mata publik.
Vonis mati terhadap aparat kepolisian dalam kasus narkoba memiliki arti strategis yang lebih dari sekadar hukuman individual.
Putusan tersebut mencerminkan prinsip nol toleransi terhadap pelanggaran hukum di tubuh Polri, sekaligus sebagai pesan moral bahwa pelanggaran berat tidak akan mendapatkan perlindungan.
Choirul Anam juga menegaskan pentingnya pemulihan kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian.
Dengan mendukung langkah hukum secara terbuka dan menindak tegas pelanggar, Polri diharapkan dapat memperkuat citra transparan dan akuntabel di hadapan publik.
Ia juga menyoroti bahwa jika proses etik dibiarkan berlarut-larut, maka hal itu akan menimbulkan anggapan adanya pembiaran dan standar ganda dalam penegakan hukum di internal Polri.
Penanganan tegas dan cepat dianggap penting untuk menunjukkan bahwa institusi ini berpihak pada keadilan dan tidak mentolerir pelanggaran berat.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

