
Repelita Jakarta - Pengacara Ahmad Khozinudin menegaskan penolakannya terhadap wacana pemberian amnesti kepada Silfester Matutina, yang disebut-sebut terlibat dalam polemik ijazah palsu.
Ia meminta Presiden Prabowo Subianto untuk tidak mempertimbangkan langkah tersebut demi menjaga wibawa hukum di Indonesia.
Ahmad menyoroti pernyataan Wakil Ketua Umum Projo, Frederick Damanik, yang mengusulkan agar Silfester diberikan amnesti.
Menurutnya, ide tersebut justru menimbulkan kekhawatiran publik akan adanya permainan hukum.
Hal ini mengingat Silfester telah berstatus terpidana namun belum dieksekusi hingga kini.
Ia mengingatkan bahwa Silfester kerap mendesak pihak lain untuk taat hukum.
Namun dirinya sendiri mengabaikan putusan pengadilan.
Bahkan, intimidasi kepada Roy Suryo dan rekan-rekannya yang dianggap berpotensi menjadi tersangka dinilai bertolak belakang dengan status hukumnya yang telah inkrah.
Kapuspenkum Kejagung, Nanang Supriyatna, pada Senin (4/8/2025) memastikan bahwa eksekusi terhadap Silfester harus dilaksanakan karena putusan sudah berkekuatan hukum tetap.
Namun hingga Kamis (7/8/2025) belum ada kepastian pelaksanaan eksekusi tersebut.
Kondisi ini semakin memicu tanda tanya di masyarakat.
Ahmad menilai, wacana amnesti yang dilontarkan Frederick Damanik hanya akan merusak kepercayaan publik terhadap penegakan hukum.
Menurutnya, hal itu dapat menjadi preseden buruk bahwa terpidana dapat menghindari eksekusi melalui jalur politik.
Pakar Hukum Tata Negara, Prof. Mahfud MD, pada Selasa (5/8/2025) melalui akun X @mohmahfudmd, juga mempertanyakan mengapa vonis 1,5 tahun penjara terhadap Silfester sejak 2019 tidak kunjung dilaksanakan.
Ia mengingatkan bahwa Kejagung memiliki Tim Tangkap Buronan yang bahkan mampu menangkap pelaku di wilayah terpencil seperti Papua.
Karena itu, tidak ada alasan untuk menunda eksekusi.
Mahfud juga menyinggung klaim Silfester yang menyatakan telah berdamai dengan Jusuf Kalla selaku pihak yang dirugikan.
Menurutnya, perdamaian tidak bisa membatalkan vonis yang telah inkrah.
Hukum pidana tidak mengenal mekanisme penyelesaian damai setelah putusan pengadilan.
Ia menegaskan bahwa vonis tersebut harus segera dieksekusi tanpa pengecualian.
Bagi Mahfud, menunda eksekusi hanya akan merusak kepastian hukum dan membuka celah bagi ketidakadilan di masa mendatang.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

