Repelita Jakarta - Ekonom dari Bright Institute, Awalil Rizky, mengungkapkan beragam definisi posisi utang pemerintah pusat yang ternyata berbeda dari segi angka maupun rasio terhadap Produk Domestik Bruto.
Melalui akun X pribadinya, Awalil membeberkan tiga pendekatan perhitungan rasio utang pemerintah berdasarkan data akhir tahun 2024.
Rasio pertama merujuk pada versi publikasi resmi yang menyebutkan angka 39,81 persen terhadap PDB.
Versi kedua mengacu pada kewajiban dalam neraca LKPP yang mencapai 46,38 persen.
Sedangkan versi ketiga, yakni bila dihitung termasuk kewajiban jangka panjang program pensiun, angkanya membengkak hingga 62,45 persen.
“Mau pakai yang mana?” tulis Awalil menutup cuitannya pada 4 Juli 2025.
Pernyataan ini muncul di tengah meningkatnya sorotan terhadap beban utang negara.
Kementerian Keuangan baru-baru ini merilis data yang menyebutkan posisi utang Indonesia per Mei 2025 telah menyentuh angka Rp8.350 triliun.
Angka tersebut meningkat dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Pemerintah menyatakan bahwa posisi utang masih dalam kategori aman dan tetap terkelola dengan baik.
Namun sebagian kalangan tetap merasa khawatir, terutama terkait besarnya anggaran yang disedot untuk pembayaran bunga utang.
Dalam APBN 2025, sekitar Rp500 triliun dialokasikan khusus untuk bunga, belum termasuk cicilan pokok.
Besarnya rasio utang dari berbagai definisi ini kembali memantik perdebatan tentang transparansi fiskal dan tanggung jawab fiskal jangka panjang negara.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok