Repelita Jakarta - Slamet Soebijanto adalah seorang purnawirawan perwira tinggi TNI Angkatan Laut.
Ia resmi mengakhiri masa dinas militernya pada tahun 2007.
Jabatan terakhir yang ia emban adalah sebagai Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Slamet dilahirkan pada tahun 1951 dan kini berusia 74 tahun.
Ia menjabat sebagai KSAL sejak tahun 2005 hingga pensiun dua tahun kemudian.
Selama berkarier di TNI AL, Slamet dikenal memiliki rekam jejak militer yang panjang dan solid.
Ia merupakan lulusan Akademi Angkatan Laut (AAL) angkatan tahun 1973.
Berbagai jabatan penting telah dipercayakan kepadanya sejak awal karier.
Pada tahun 1974, ia menjabat sebagai Kasie Navi di kapal perang KRI Thamrin.
Kemudian, pada 1980, ia bertugas sebagai Kepala Departemen Navigasi dan Operasi (Kadep Navop) di KRI Rakata.
Ia juga pernah ditunjuk sebagai komandan kapal KRI Pulau Ratewo dan KRI Monginsidi.
Kariernya terus naik setelah dipercaya menjadi Kepala Seksi Lingstra Direktorat Pendidikan Seskoal pada tahun 1991.
Pada tahun 2000, Slamet diangkat menjadi Wakil Asisten Perencanaan Umum (Waasrenum) TNI.
Setelah itu, ia ditugaskan sebagai Asisten Perencanaan Umum (Asrenum) Panglima TNI.
Tahun 2003, Slamet dipercaya menjadi Panglima Armada Timur (Pangarmatim).
Di tahun yang sama pula, ia ditunjuk menjadi Wakil Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas).
Pada tahun 2005, ia menduduki puncak karier militernya sebagai KSAL.
Ia mengakhiri pengabdiannya setelah 34 tahun berdinas di tubuh TNI AL.
Berikut ini delapan poin pernyataan sikap yang tercantum dalam dokumen resmi Forum Purnawirawan Prajurit TNI.
1. Mendesak agar konstitusi kembali pada UUD 1945 versi asli sebagai dasar hukum dan pemerintahan.
2. Mendukung program Kabinet Merah Putih yang dikenal sebagai Asta Cita, kecuali proyek Ibu Kota Nusantara (IKN).
3. Menolak proyek strategis nasional seperti PIK 2 dan Rempang karena dianggap merugikan masyarakat dan merusak lingkungan.
4. Menghentikan masuknya tenaga kerja asing asal Tiongkok dan memulangkan mereka ke negara asal.
5. Menuntut pemerintah menertibkan pengelolaan tambang yang tidak sesuai dengan Pasal 33 Ayat 2 dan 3 UUD 1945.
6. Mendesak reshuffle kabinet terhadap menteri yang diduga terlibat korupsi serta menindak pejabat yang masih terikat dengan kepentingan mantan Presiden ke-7, Joko Widodo.
7. Mengembalikan fungsi Polri sebagai pengaman dan penjaga ketertiban masyarakat di bawah koordinasi Kementerian Dalam Negeri.
8. Mengusulkan kepada MPR untuk mengganti Wakil Presiden karena putusan Mahkamah Konstitusi terkait Pasal 169 huruf q dalam UU Pemilu dinilai melanggar hukum acara MK dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok.