Repelita Jakarta - Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang resmi mengakhiri skema Pemilu Serentak memicu perdebatan serius soal masa jabatan legislatif daerah.
Dalam putusan tersebut, Pemilu Nasional seperti Pilpres, DPR RI, dan DPD RI tetap digelar pada 2029.
Namun Pilkada, termasuk pemilihan anggota DPRD, baru akan dilaksanakan pada 2031.
Kebijakan ini menciptakan jeda waktu dua tahun antara masa akhir jabatan anggota DPRD hasil Pemilu 2024 dengan jadwal pemilu lokal berikutnya.
Akibatnya, masa jabatan DPRD yang seharusnya berakhir lima tahun sejak dilantik, berpotensi diperpanjang hingga tujuh tahun.
Perpanjangan tersebut dinilai bertentangan dengan Pasal 18 ayat (3) UUD 1945 yang mengatur masa jabatan lima tahun bagi anggota DPRD.
Anggota Komisi III DPR RI, Benny K. Harman, menyampaikan kritik keras terhadap dampak putusan MK ini.
Ia menyebut Mahkamah telah bertindak melampaui kewenangannya dengan memperpanjang masa jabatan tanpa mekanisme pemilu.
"MK telah memperpanjang masa jabatan anggota DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota dari 5 tahun menjadi 7 tahun. Padahal seturut konstitusi hanya 5 tahun masa jabatannya dan dipilih melalui pemilu," ujarnya melalui akun X @BennyHarmanID pada Kamis, 3 Juli 2025.
Benny menilai langkah MK berbahaya bagi penegakan konstitusi karena dilakukan tanpa dasar hukum yang eksplisit dalam undang-undang.
Ia memperingatkan bahwa praktik semacam ini bisa menjadi preseden buruk bagi sistem demokrasi ke depan.
Putusan MK ini memang mencerminkan transisi dari sistem pemilu serentak ke pemilu bertahap.
Sebagian pihak menyambut baik langkah ini karena dinilai dapat memperbaiki kualitas pelaksanaan pemilu dan meringankan beban petugas di lapangan.
Namun proses transisi ini menuntut konsistensi dengan prinsip konstitusi serta penyesuaian regulasi secara hati-hati.
Konsolidasi antara pemerintah, DPR, partai politik, dan lembaga penyelenggara pemilu menjadi mutlak agar tidak menciptakan krisis legitimasi.
Keputusan MK ini membuka babak baru dalam tata kelola demokrasi, namun juga menyisakan banyak pertanyaan fundamental soal dasar hukum dan integritas konstitusional. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok.