Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Nurhidayatullah Cottong Sentil Bahlil soal Data Desa Gelap dan Kepemimpinan Emosional

 

Repelita Jakarta - Pemerhati kebijakan publik, Nurhidayatullah B Cottong, melontarkan kritik tajam terhadap Menteri ESDM Bahlil Lahadalia terkait insiden kericuhan data elektrifikasi desa yang terjadi dalam rapat kerja bersama Komisi VII DPR RI.

Dalam insiden yang viral, Bahlil terlihat memarahi staf kementerian secara terbuka akibat perbedaan data desa belum berlistrik versi ESDM dan PLN yang terpaut jauh.

Versi ESDM menyebut 5.600 desa, sementara PLN mencatat 10.000 desa.

Cottong menilai persoalan ini lebih dari sekadar selisih angka.

Ia menyebut peristiwa tersebut mencerminkan krisis kepemimpinan dan buruknya tata kelola data sektor publik.

“Kalau data saja masih saling silang, lalu menterinya malah bentak-bentak staf di forum publik, maka kita sedang menghadapi dua masalah sekaligus: data yang berantakan dan gaya kepemimpinan otoriter yang gagal membangun sistem,” tegasnya pada Selasa, 2 Juli 2025.

Menurut Cottong, Bahlil seharusnya menunjukkan keteladanan dengan memperbaiki sistem, bukan mempertontonkan amarah.

Ia menyayangkan cara komunikasi Bahlil yang dianggap lebih condong pada pencitraan emosional daripada solusi institusional.

“Blaming culture bukan solusi. Menteri tidak boleh jadikan ruang sidang DPR sebagai panggung pencitraan emosional. Jika memang ingin membenahi, tunjukkan lewat reformasi sistem dan transparansi data,” katanya.

Ia juga menyoroti tidak adanya integrasi sistem data antara ESDM dan PLN.

Menurutnya, kegagalan menyatukan informasi dasar seperti jumlah desa belum berlistrik justru memperburuk citra pelayanan energi nasional.

“PLN itu mitra strategis negara, bukan musuh dalam kebijakan. Kalau Bahlil dan PLN tak akur, yang jadi korban adalah desa-desa yang masih gelap gulita. Jangan jualan narasi desa terang kalau data dasarnya saja tidak jelas,” ungkapnya.

Cottong mendesak adanya audit terbuka terhadap data elektrifikasi desa.

Ia mendorong keterlibatan lembaga independen seperti BPK atau Bappenas agar masyarakat mendapat informasi akurat dan transparan.

Ia juga menyarankan penerapan dashboard digital agar progres bisa dipantau publik secara real-time.

“Kalau sampai pertengahan 2025, data desa belum sinkron, maka ini bukan lagi kelalaian teknis. Ini adalah pembusukan birokrasi yang tak kunjung dibereskan. Menteri Bahlil harus intropeksi, bukan cuma marah-marah,” ujarnya.

Ia menutup pernyataannya dengan penekanan bahwa publik membutuhkan akuntabilitas, bukan drama panggung.

“Yang bocor bukan cuma listrik, tapi juga kepemimpinan. Pemerintahan yang sehat itu dibangun dengan sistem, bukan dengan suara keras,” pungkasnya. (*)

Editor: 91224 R-ID Elok.

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved