Repelita Jakarta - Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menyatakan kebingungannya atas putusan terbaru Mahkamah Konstitusi yang menetapkan pemisahan pelaksanaan pemilu nasional dan pemilu daerah.
Dalam pernyataannya, ia menegaskan bahwa MK telah menyatakan pemilu yang konstitusional adalah yang dilaksanakan secara terpisah.
Pemilu nasional mencakup pemilihan anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden.
Sementara itu, pemilu daerah meliputi pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala daerah tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Ia mempertanyakan kejelasan putusan MK tahun 2019 yang sebelumnya menetapkan model pemilu lima kotak sebagai bentuk pelaksanaan serentak.
"Model pemilu serentak lima kotak yang juga hasil putusan MK 2019 selama ini dikenal tidak berlaku lagi.
Jadi, putusan MK lima kotak itu yang final yang mana lagi?" ujarnya dalam rapat dengar pendapat umum bersama para pakar di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat, 4 Juli 2025.
Habiburokhman menyinggung dasar hukum putusan MK terbaru yang menilai pemisahan pemilu dilakukan demi meningkatkan kualitas pemilu, memperkuat kelembagaan partai politik, serta menyederhanakan pilihan pemilih demi menjunjung kedaulatan rakyat.
Dalam putusan yang sama, MK juga menyatakan masa transisi jabatan kepala daerah dan anggota DPRD selama dua tahun akan diatur oleh pembentuk undang-undang melalui skema rekayasa konstitusional.
Namun, ia tak memungkiri bahwa putusan tersebut memicu perdebatan publik.
Sejumlah kalangan menilai MK telah melampaui batas kewenangan dan memasuki wilayah kebijakan hukum terbuka (open legal policy) yang seharusnya menjadi ranah legislatif.
Selain itu, ada pula kritik yang menyebut MK secara tidak langsung telah mengubah makna UUD 1945 mengenai pelaksanaan pemilu dan pilkada.
Ketidakkonsistenan antara putusan ini dengan dua putusan MK sebelumnya juga ikut dipersoalkan.
Habiburokhman menegaskan bahwa Komisi III DPR RI ingin menggali lebih jauh pendapat dari para akademisi dan praktisi hukum atas implikasi putusan MK tersebut.
"Maka dalam kesempatan ini Komisi III DPR RI ingin mendengarkan pandangan dan masukan dari para ahli akademisi dan praktisi hukum," tutupnya. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok