Repelita Jakarta - Surat Keputusan perpanjangan kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat PDIP kembali digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta.
Gugatan tersebut diajukan oleh dua orang yang mengaku sebagai kader partai, Johannes Anthonius Manoppo dan Gogot Kusumo Wibowo.
Mereka mempermasalahkan SK yang dikeluarkan oleh Kementerian Hukum RI karena memperpanjang masa kepengurusan DPP PDIP 2019–2024 hingga tahun 2025.
“Kader ini merasa bahwa perpanjangan itu tidak benar sehingga mereka menginginkan Pengadilan Tata Usaha Negara untuk memeriksa apakah prosedur penerbitan SK Kementerian Hukum dan HAM pada saat itu sudah benar,” kata kuasa hukum penggugat, Anggiat BM Manalu.
Ia menyebut bahwa perpanjangan tersebut bertentangan dengan AD/ART partai yang mengatur masa jabatan kepengurusan hanya lima tahun.
Menurutnya, kepengurusan yang saat ini dipimpin Megawati Soekarnoputri seharusnya berakhir pada 8 Agustus 2024.
Penggugat juga menolak alasan bahwa perpanjangan itu merupakan hak prerogatif ketua umum.
Anggiat menilai tidak ada ketentuan dalam AD/ART maupun hasil kongres ke-V PDIP yang memberikan hak mutlak kepada ketua umum untuk memperpanjang masa jabatan tanpa kongres.
Ia juga menduga adanya konflik kepentingan dalam penerbitan Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH-05.AH.11.02 tahun 2024.
“Di dalamnya kan ada juga interest pribadi diduga karena kebetulan Menteri Hukum pada saat itu Yasonna Laoly,” ujarnya.
Gugatan terdaftar di Sistem Informasi Penelusuran Perkara PTUN Jakarta dengan nomor perkara 113/G/2025/PTUN.JK pada 27 Maret 2025.
Tergugat utama adalah Kementerian Hukum RI, sementara PDIP menjadi pihak intervensi tergugat.
Sidang pertama telah digelar pada Senin, 5 Juni 2025, dan hari ini adalah persidangan ke-8 dengan agenda penyerahan bukti tambahan.
Sidang selanjutnya akan digelar pada Rabu, 2 Juli 2025, dengan agenda lanjutan pemeriksaan saksi dan ahli dari pihak penggugat.
Sebelumnya, SK perpanjangan kepengurusan DPP PDIP ini juga pernah digugat oleh lima orang yang mengklaim sebagai kader.
Namun, gugatan itu dicabut setelah para penggugat mengaku dijebak dan hanya menandatangani kertas kosong yang ternyata dijadikan surat kuasa oleh pihak lain.
“Saya mewakili teman-teman saya, pertama-tama saya meminta maaf kepada Ketua Umum PDIP Ibu Hajah Megawati Soekarnoputri, beserta seluruh keluarga besar PDIP seluruh Indonesia,” ujar Jairi dalam pernyataan tertulis pada 11 September 2024. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok