Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Sidang Ekstradisi Paulus Tannos Tertunda, Penolakan Masih Jadi Jurus Bertahan di Singapura

 Sidang Ekstradisi Paulus Tannos di Pengadilan Singapura Ternyata Belum Tuntas

Repelita Singapura - Sidang ekstradisi tersangka kasus korupsi KTP elektronik, Paulus Tannos, masih berlangsung di Pengadilan Singapura dan dijadwalkan akan dilanjutkan awal Agustus 2025.

Dalam tiga hari terakhir, sidang belum menghasilkan putusan karena masih berada pada tahap mendengarkan keberatan dari pihak Paulus yang menolak untuk diekstradisi.

Dubes RI untuk Singapura, Suryopratomo, menyampaikan bahwa penolakan Paulus didasarkan pada alasan hukum, termasuk klaim bahwa perjanjian ekstradisi bertentangan dengan undang-undang Singapura.

Menurutnya, hakim akan melanjutkan sidang pada 7 Agustus untuk mendengarkan keterangan saksi dari tim pembela Paulus Tannos.

Pihak pengacara telah diminta menyerahkan daftar saksi yang akan dihadirkan pada sidang lanjutan nanti.

Permintaan ekstradisi terhadap Paulus merupakan tindak lanjut dari penangkapan sementaranya yang dilakukan pada 17 Januari 2025 oleh otoritas Singapura.

Penangkapan tersebut merujuk pada provisional arrest yang diminta Indonesia melalui jalur Interpol sejak 18 Desember 2018.

Pengajuan ekstradisi resmi kemudian disampaikan pada Februari 2025 dan telah diterima oleh pemerintah Singapura dua hari setelahnya.

Pada Maret 2025, otoritas hukum Singapura mengeluarkan notifikasi kepada pengadilan untuk memproses permintaan tersebut.

Sesuai hukum yang berlaku di Singapura, Paulus tetap memiliki hak untuk mengajukan keberatan selama dapat menunjukkan alasan dan bukti pendukung yang sah.

Proses committal hearing yang digelar 23-25 Juni 2025 belum menghasilkan keputusan final.

Putusan akhir soal ekstradisi akan diumumkan usai sidang lanjutan.

Baik pemerintah Indonesia maupun Paulus memiliki hak banding satu kali jika tidak menerima keputusan pengadilan.

Paulus Tannos telah ditetapkan sebagai tersangka sejak Agustus 2019 bersama tiga tokoh lain yang terlibat dalam proyek KTP elektronik.

Mereka adalah Miryam S. Haryani, Isnu Edhi Wijaya, dan Husni Fahmi.

Miryam sebelumnya dijatuhi hukuman lima tahun penjara pada 2017 dalam kasus terpisah soal kesaksian palsu.

Sementara Isnu dan Husni divonis masing-masing empat tahun penjara pada Oktober 2022 terkait keterlibatan mereka dalam proyek KTP-el.

Paulus Tannos diduga memperkaya perusahaannya, PT Sandipala Arthaputra, sebesar Rp145,85 miliar dari proyek tersebut.

Selain itu, Miryam disebut menerima sekitar 1,2 juta dolar AS.

Konsorsium PNRI dan Perum PNRI juga disebut menerima keuntungan besar dari proyek itu.

Husni Fahmi sendiri diduga turut menerima uang tunai dan mata uang asing dalam jumlah yang signifikan.

Perkembangan perkara ini masih terus dipantau oleh pemerintah Indonesia.

KPK juga telah mencegah Miryam bepergian ke luar negeri selama enam bulan sejak awal Februari 2025.(*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved