Repelita Jakarta - Hasto Kristiyanto mengungkap adanya tekanan politik yang dialaminya sebelum ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap Harun Masiku.
Pengakuan itu disampaikan langsung oleh Hasto dalam sidang pemeriksaan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis 26 Juni 2025.
Sekjen PDIP itu menyebut dirinya sempat didatangi orang yang memintanya mundur dari jabatan partai.
Menurut Hasto, permintaan itu disampaikan melalui beberapa orang tanpa menyebutkan identitas jelas siapa pengirim pesannya.
"Betul, itu bahkan ada lewat beberapa orang informasi itu," ucap Hasto di hadapan majelis hakim.
Tak hanya diminta mundur, Hasto juga mengaku diancam akan dipidanakan dan masuk penjara apabila menolak.
Ancaman itu menurutnya juga disampaikan kepada kader PDIP lain seperti Deddy Sitorus dan Ronny Talapesy.
“Saya hubungi saudara Ronny, dan dia juga mendengar langsung ancaman bahwa saya harus mundur sebagai sekjen,” terang Hasto.
Kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail, turut mengonfirmasi peristiwa pada 13 Desember 2024, saat Hasto didatangi seseorang yang meminta dua hal.
Pertama, Hasto diminta meninggalkan jabatan Sekjen PDIP.
Kedua, ia harus memastikan agar Presiden Joko Widodo tidak dikeluarkan dari keanggotaan partai.
Namun Hasto menegaskan bahwa dirinya tidak mengetahui siapa sebenarnya pihak yang mengutus permintaan tersebut.
Dalam perkara yang menjeratnya, Hasto didakwa melakukan suap terkait pengurusan pergantian antar waktu anggota DPR.
Jaksa KPK menyebut, bersama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku, Hasto memberikan uang 57.350 Dollar Singapura kepada mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Uang itu bertujuan agar Wahyu menyetujui penggantian caleg dari Riezky Aprilia ke Harun Masiku untuk daerah pemilihan Sumatera Selatan I.
KPK menilai tindakan tersebut bertentangan dengan kewajiban Wahyu sebagai penyelenggara negara.
Kasus ini bermula dari rapat pleno DPP PDIP pada Juni 2019 yang membahas pengalihan suara dari Nazarudin Kiemas—caleg yang telah wafat.
Meski perolehan suara Harun jauh di bawah Riezky Aprilia, Hasto tetap mengarahkan agar penggantian difokuskan kepada Harun.
Hasto bahkan meminta tim hukum PDIP mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung dan terus memantau perkembangan melalui laporan dari Donny dan Saeful.
Setelah KPU menolak permintaan DPP PDIP karena tidak sesuai aturan, langkah politik terus dijalankan.
Hasto diduga mencoba mencari jalan lain melalui jalur hukum dan pendekatan personal hingga akhirnya menyerahkan uang suap.
Uang senilai Rp 600 juta tersebut diberikan kepada Wahyu agar bersedia menetapkan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI menggantikan Nazarudin.
Atas perbuatannya, Hasto didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 64 Ayat (1) KUHP (*).
Editor: 91224 R-ID Elok