Repelita Jakarta - Situasi global semakin mencekam, terutama di kawasan Timur Tengah.
Setelah agresi Israel ke Palestina, kini giliran Iran yang menjadi sasaran.
Konflik berskala besar pecah antara dua kekuatan besar tersebut, dengan serangan timbal balik yang menghancurkan berbagai infrastruktur vital.
Dalam perkembangan terakhir, Israel dilaporkan meluncurkan Operasi Narnia yang berhasil menghabisi sembilan ilmuwan nuklir Iran.
Laporan menyebut operasi itu dilaksanakan tanpa jejak konvensional, menggunakan metode tidak lazim dan senjata tak teridentifikasi.
Beberapa media Israel melaporkan para korban merupakan bagian penting dari program nuklir Iran, khususnya dalam pengembangan sentrifugal generasi terbaru.
Mereka berperan penting dalam proyek pengayaan uranium tingkat tinggi yang selama ini dipantau IAEA.
Metode serangan diduga melibatkan alat biologis, sistem ledakan tersembunyi, atau perangkat mikroelektronik yang sulit dilacak.
Belum ada pernyataan resmi dari pemerintah Iran terkait kabar kematian sembilan tokoh penting tersebut.
Namun laporan menyebut mereka tewas di lokasi berbeda secara serempak—mengindikasikan tingkat koordinasi yang luar biasa.
NDTV menyebut operasi dilakukan oleh tim bayangan yang telah lama menyusup ke dalam jaringan Iran.
Beberapa kematian tampak seperti akibat penyakit mendadak atau kecelakaan—sebuah pola khas Mossad.
Meski tidak diakui secara resmi, banyak analis meyakini operasi ini merupakan evolusi dari pola lama serangan rahasia Israel.
Sejak pembunuhan ilmuwan Mohsen Fakhrizadeh tahun 2020, Mossad disebut makin canggih dalam operasi jarak jauh.
Seorang analis militer Israel, Ron Ben-Yishai, mengatakan Israel tetap tegas terhadap ambisi nuklir Iran.
“Ini bentuk ketegasan terhadap garis merah yang sudah ditetapkan,” katanya.
Ia menyebut serangan itu sebagai bentuk komitmen Israel, meski dunia kini fokus ke Gaza dan Ukraina.
Sejarah mencatat beberapa aksi serupa seperti serangan ke reaktor nuklir Suriah pada 2007, hingga rentetan pembunuhan ilmuwan nuklir Iran dari 2010 hingga 2020.
Ketegangan terbuka meningkat usai serangan udara Israel ke Iran pada 13 Juni 2025.
Iran kemudian membalas dengan rudal dan drone ke wilayah selatan Israel.
Namun di balik aksi terbuka, konflik rahasia justru lebih menentukan arah perang regional ke depan.
Operasi Narnia menjadi babak baru dalam konflik senyap yang menghantui kawasan.
Sementara itu, Presiden Prabowo Subianto menyuarakan sikap Indonesia dalam forum internasional di Rusia.
Dalam pidatonya di St. Petersburg International Economic Forum (SPIEF) 2025, Presiden menekankan pentingnya deeskalasi konflik.
"Berharap penyelesaian damai segera terwujud," ujar Presiden, Jumat (20/6/2025).
Presiden menyampaikan komitmen Indonesia menjalin kerjasama dengan seluruh negara, termasuk Rusia.
Ia menegaskan bahwa Indonesia tidak mencari bantuan, tapi membuka kolaborasi setara demi kesejahteraan bersama.
Presiden juga mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah melebihi 5 persen di semester pertama.
Target pemerintah adalah mencapai hampir 7 persen hingga akhir tahun.
Indonesia pun menargetkan swasembada pangan dalam empat tahun ke depan.
"Menjadi pengekspor beras dan jagung," tegas Presiden.
Dalam forum tersebut, Presiden memperkenalkan lembaga baru bernama Badan Pengelola Investasi Danantara.
Lembaga ini memiliki aset US$ 1 triliun dan dana investasi sebesar US$ 18 miliar.
"Ini terbuka untuk kerjasama strategi sama sekali bukan mencari bantuan atau sumbangan, melainkan ingin berkolaborasi sejati untuk kemakmuran bersama," tandasnya. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok