Repelita Jakarta - Mahkamah Konstitusi menanggapi pernyataan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Muti yang dianggap berkelit soal pelaksanaan sekolah swasta gratis.
Padahal MK telah mengabulkan pengujian terkait kewajiban negara memberikan pendidikan gratis di jenjang SD hingga SMP.
Meskipun Muti mencoba menghindari tafsir bahwa pemerintah harus memberikan pendidikan gratis, Mahkamah Konstitusi tidak serta merta menilainya sebagai bentuk ketidakpatuhan.
Juru Bicara MK Enny Nurbaningsih menegaskan agar publik tidak langsung menyimpulkan bahwa pemerintah mengabaikan putusan tersebut.
"Jangan langsung disimpulkan begitu," ujar Enny pada Kamis, 26 Juni 2025.
Enny menjelaskan bahwa MK memahami posisi pemerintah yang harus menyesuaikan kebijakan dengan kemampuan keuangan negara.
Ia menekankan bahwa pemenuhan hak pendidikan yang bersifat hak ekonomi, sosial, dan budaya memang dilaksanakan secara bertahap.
"Karena dalam pertimbangan putusan telah ditegaskan bahwa pemenuhan hak atas pendidikan sebagai hak ekosob bersifat bertahap sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan negara, termasuk daerah," jelasnya.
Sementara itu, Menteri Abdul Muti mengatakan bahwa dirinya telah berdiskusi dengan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan untuk merespons putusan MK tersebut.
Namun, ia menyatakan bahwa dalam amar putusan tidak disebutkan secara eksplisit istilah "sekolah gratis".
"Kalau bahasa keputusan MK itu bunyinya tidak sekolah gratis, nanti dicek lagi keputusan MK-nya ya," kata Muti dalam acara retreat kepala daerah di IPDN Jatinangor pada Rabu, 25 Juni 2025.
Muti juga mengaku telah bertemu dengan Menteri Sekretaris Negara untuk membahas implikasi lebih lanjut dari putusan itu.
Ia menegaskan bahwa tindak lanjut akan dilakukan dengan pemahaman yang tepat terhadap isi putusan.
"Tentu dengan pemahaman yang benar ya, karena di keputusan MK tidak ada kata-kata gratis," pungkasnya (*).
Editor: 91224 R-ID Elok