Repelita Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi mulai memanggil sejumlah pegawai Kementerian Agama terkait penyelidikan dugaan korupsi dalam distribusi kuota haji.
Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan pemeriksaan ini dilakukan untuk menggali bukti awal atas potensi penyimpangan.
Ia menyebut seluruh pihak yang memiliki keterkaitan dengan kasus akan dimintai keterangan, termasuk jajaran internal Kemenag.
Namun, Setyo tidak merinci jumlah pegawai yang telah atau akan dipanggil dalam proses penyelidikan ini.
Menurutnya, langkah pemanggilan merupakan prosedur lazim dalam proses pengungkapan perkara oleh tim penyidik.
Sementara itu, juru bicara KPK Budi Prasetyo menegaskan, penyelidikan terkait dugaan praktik jual beli kuota haji masih berlangsung secara intensif.
Ia mengatakan KPK masih mendalami konstruksi kasus untuk menemukan titik terang penyelewengan yang terjadi.
Kasus ini mencuat setelah DPR membentuk Panitia Khusus Haji menyusul temuan dugaan pelanggaran dalam distribusi kuota jemaah tahun 2024.
Pansus dibentuk berdasarkan hasil pengawasan Timwas Haji DPR yang mencatat berbagai kejanggalan dalam pelaksanaan ibadah haji 1445 H.
Menurut anggota Pansus Haji, Wisnu Wijaya, Kemenag dianggap melanggar aturan dengan membagi kuota tambahan sebanyak 20 ribu menjadi dua bagian, masing-masing 10 ribu untuk haji reguler dan haji khusus.
Ia menyebut keputusan itu bertentangan dengan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2024 yang telah menetapkan total kuota jemaah sebanyak 241.000 orang.
Dari jumlah tersebut, 221.720 ditetapkan untuk jemaah reguler dan 19.280 untuk haji khusus, tanpa adanya pembagian ulang terhadap kuota tambahan.
Wisnu menyatakan keputusan Kemenag membuat pembagian baru di luar Keppres tidak memiliki landasan hukum dan melanggar ketentuan Pasal 64 UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Ia menegaskan bahwa kuota tambahan 20 ribu sudah terakomodasi dalam jumlah keseluruhan sesuai keputusan resmi dan tidak boleh diduplikasi lagi.
Karena itu, pembagian yang dilakukan melalui Keputusan Menteri Agama dianggap tidak sah dan berpotensi menjadi objek tindak pidana korupsi. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok.