Repelita Jakarta - Saksi meringankan Cecep Hidayat mengungkap bahwa Hasto Kristiyanto pernah menolak dua kali tawaran menjadi menteri pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Pernyataan itu disampaikan dalam sidang kasus dugaan perintangan penyidikan dan suap yang melibatkan Hasto sebagai terdakwa.
Sidang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Cecep menyatakan bahwa Hasto lebih memilih mengurus partai daripada duduk di kabinet.
Menurutnya, tawaran pertama datang pada 2014 sebagai Menteri Sekretaris Negara.
Sementara tawaran kedua muncul pada 2019 sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika.
"Pak Hasto menolak karena ingin fokus membesarkan PDI Perjuangan," kata Cecep, yang juga merupakan teman kuliah Hasto.
Ia menambahkan bahwa peran sebagai pengurus partai tidak kalah terhormat dibanding jabatan menteri atau kepala daerah.
Menurut Cecep, Hasto memandang bahwa jabatan publik harus ditopang oleh partai dan institusi yang kuat.
"Ini menjadi alasan utama Hasto tidak berkenan menerima tawaran menteri," ujarnya.
Cecep hadir sebagai saksi a de charge atau saksi yang meringankan dalam perkara perintangan penyidikan yang melibatkan buron Harun Masiku.
Hasto didakwa menghalangi penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi terkait kasus suap yang menyeret nama Harun.
Dalam dakwaan disebutkan, Hasto diduga menyuruh stafnya, Nur Hasan, untuk merendam ponsel Harun Masiku ke dalam air.
Perintah itu diberikan setelah operasi tangkap tangan terhadap anggota KPU Wahyu Setiawan.
Tidak hanya itu, Hasto juga disebut menyuruh ajudannya, Kusnadi, menenggelamkan ponsel sebagai langkah antisipatif.
Selain perintangan penyidikan, Hasto juga didakwa ikut dalam pemberian suap kepada Wahyu Setiawan.
Uang yang diberikan senilai 57.350 dolar Singapura atau sekitar Rp600 juta.
Pemberian tersebut diduga dilakukan bersama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku.
Tujuannya agar Wahyu menyetujui pengalihan kursi legislatif dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku dalam skema pengganti antarwaktu.
Akibat perbuatannya, Hasto terancam dijerat dengan pasal berlapis dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi serta KUHP.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok