Repelita Jakarta - Aliansi Rakyat untuk Keadilan dan Kesejahteraan Indonesia (Arruki) resmi mendaftarkan gugatan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Langkah ini diambil karena KPK dianggap tidak menindaklanjuti laporan dugaan tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan ibadah haji tahun 2024 yang diduga melibatkan mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas.
Ketua Umum Arruki, Marselinus Edwin Hardhian, menyampaikan bahwa laporan tersebut sebelumnya disampaikan oleh kelompok masyarakat dari Jaringan Perempuan Indonesia (JPI) sejak Agustus 2024.
Namun hingga memasuki Mei 2025, tidak terlihat adanya perkembangan signifikan dari lembaga antirasuah tersebut.
Marselinus menjelaskan, laporan yang dimasukkan ke KPK berisi dugaan praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme yang melibatkan oknum pejabat dalam pengelolaan haji.
Ia menyebut bahwa pada 6 Agustus 2024, JPI telah menyerahkan dokumen laporan dugaan pelanggaran kepada KPK, yang kemudian direspons dengan keterangan bahwa lembaga tersebut tengah menelaah dokumen yang disampaikan.
Dalam laporan yang mereka ajukan, terdapat indikasi pelanggaran serius seperti pungutan biaya haji yang tidak sesuai ketentuan, serta pengalihan kuota jemaah reguler ke haji khusus tanpa persetujuan jamaah.
Marselinus juga menyinggung hasil investigasi Panitia Khusus Angket DPR yang menyebut adanya potensi korupsi dalam pelaksanaan haji tahun lalu.
Ia menyatakan bahwa proses haji 2024 adalah yang paling buruk sepanjang sejarah, karena banyak jemaah menghadapi kondisi memprihatinkan.
Beberapa jemaah, kata Marselinus, tidak memperoleh tenda, makanan, dan akomodasi yang layak selama menjalankan ibadah.
Bahkan, ada yang dilaporkan meninggal dunia karena buruknya manajemen lapangan.
Ia juga menambahkan bahwa sebagian calon jemaah gagal berangkat ke Tanah Suci akibat praktik penyalahgunaan kuota.
Menurutnya, hingga saat ini, setidaknya lima laporan terkait dugaan pelanggaran oleh Menteri Agama telah diajukan ke KPK, namun tidak menunjukkan hasil pemeriksaan yang terbuka.
Arruki menilai, tidak adanya progres tersebut sama saja dengan bentuk penghentian penyidikan secara terselubung, yang bertentangan dengan ketentuan hukum.
Marselinus menegaskan bahwa tindakan KPK yang tidak segera menindaklanjuti laporan tersebut bisa dikategorikan sebagai penghentian penyidikan secara tidak sah.
Dari data yang tercantum dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Selatan, gugatan praperadilan terhadap KPK telah teregister dengan nomor 59/Pid.Pra/2025/PN.Jkt.Sel.
Sidang perdana dijadwalkan digelar pada Selasa, 20 Mei 2025.
Editor: 91224 R-ID Elok