Repelita Jakarta - Tiga lembaga penegak hukum, yakni Kejaksaan Agung (Kejagung), Polri, dan KPK, mulai menyelidiki dugaan tindak pidana terkait pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di Perairan Tangerang. Penyelidikan ini melibatkan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU), yang diungkapkan oleh Bareskrim Polri.
Proses penyelidikan ini berawal dari laporan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) yang diajukan pada Kamis (30/1/2025). Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, melaporkan dugaan pemalsuan dalam penerbitan surat kepemilikan lahan laut yang diperjualbelikan untuk pemagaran tersebut.
Boyamin mengungkapkan bahwa laporannya ke Kejagung didasari informasi bahwa Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) telah mengeluarkan surat perintah penyelidikan terkait kasus ini. Ia menyebut laporan ini sebagai lanjutan dari pelaporan yang sebelumnya juga disampaikan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Jadi saya ke sini (Kejagung), karena memang saya dengar sudah ada sprinlid (surat perintah penyelidikan) yang dikeluarkan oleh Jampidsus,” kata Boyamin di Kejagung, Jakarta.
Boyamin menegaskan bahwa laporan ini berkaitan dengan dugaan tindak pidana korupsi dalam penerbitan surat kepemilikan atas lahan laut utara Tangerang, yang kini dibangun pagar laut.
Menurut Boyamin, laporan tersebut berdasarkan sangkaan Pasal 9 UU Tipikor 20/2001, yang mengancam pidana terhadap penyelenggara negara yang sengaja menerbitkan dokumen atau daftar palsu atas objek administratif.
“Saya meyakini, bahwa terbitnya surat-surat kepemilikan lahan atas laut tersebut palsu. Karena itu diterbitkan pada 2023,” ujarnya. Boyamin juga mengungkapkan bahwa berdasarkan catatan garis pantai, kawasan tersebut tak berubah sejak 1970 hingga kini.
“Kalau ada klaim yang menyatakan bahwa pagar laut tersebut berdiri di atas lahan garapan warga atau tambak, itu tidak mendukung sertifikasi kepemilikan dan jual beli lahan yang terjadi sepanjang 2023,” kata Boyamin.
Ia menjelaskan bahwa menurut perundang-undangan, lahan yang dulunya garapan warga sudah 'termakan' oleh lautan dan seharusnya sudah musnah, sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan sertifikasi atau diperjualbelikan.
Boyamin menegaskan, jika penerbitan HGB dan HM atas lahan laut tersebut terjadi pada 2023, maka penerbitan sertifikat tersebut dipastikan palsu. Pemerintah melalui Menteri ATR/BPN Nusron Wahid juga menyatakan bahwa sertifikat atas lahan pagar laut tersebut adalah klaim tidak sah atas objek pajak yang sudah musnah.
“Kalau ada sertifikatnya sejak 2023, sudah dipastikan itu palsu,” kata Boyamin.
Boyamin yakin pemalsuan surat-surat tersebut melibatkan banyak pihak, termasuk penyelenggara dari tingkat desa hingga otoritas penerbitan sertifikat atas lahan laut. Ia juga menduga pihak swasta turut diuntungkan dari penerbitan sertifikat palsu tersebut.
Ia mengimbau agar Jampidsus turut menyelidiki dugaan pelanggaran lebih lanjut, seperti Pasal 2, Pasal 5, dan Pasal 6 UU Tipikor untuk mengungkap lebih banyak pihak yang terlibat dalam kasus ini.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok