Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Kelangkaan Gas LPG 3 Kg di Bandung, Netizen Soroti Dampaknya pada Pedagang Kecil

Kelangkaan Elpiji 3 Kg di Purworejo, Warga dan Pedagang Keluhkan Stok yang  Tak Kunjung Ada Halaman all - Kompas.com

Repelita, Bandung - Kelangkaan gas LPG subsidi 3 kg kembali menjadi perhatian warga, terutama di Bandung dan sekitarnya. Sejumlah warganet mengeluhkan sulitnya mendapatkan gas melon tersebut, meskipun harga yang ditetapkan masih sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET).

Salah satu unggahan yang menjadi sorotan datang dari akun X (Twitter) @Rindra_bach pada Minggu (2/2/2025). Dalam cuitannya, ia menyebutkan bahwa gas LPG 3 kg semakin sulit ditemukan, seolah-olah pasokannya sengaja dikurangi.

"Tuh kan, jadi langka gas 3 kg, sepertinya mau dikurangi pasokannya, biarlah pasar yang bicara. Paling mahal di Bandung dan sekitarnya 25K, tetap dibeli karena kebutuhan, harga sesuai HET, tapi gas 3 kg-nya gak ada, riweuh," tulisnya dalam unggahan tersebut.

Unggahan ini mendapat berbagai respons dari warganet, termasuk dari akun @Marcia_cia66 yang menyoroti dampaknya terhadap para pedagang kecil.

"Kasian mereka yang berjualan gorengan, masakan," tulisnya dalam balasan yang mendapat cukup banyak respons dari pengguna lainnya.

Kondisi kelangkaan gas LPG 3 kg ini bukan pertama kali terjadi. Dalam beberapa bulan terakhir, masyarakat di berbagai daerah sering kali mengeluhkan hal serupa. Terutama para pelaku usaha mikro yang sangat bergantung pada gas subsidi tersebut untuk operasional sehari-hari.

Sebelumnya, kebijakan baru yang menyasar pengecer LPG 3 kilogram mendadak menjadi perbincangan baru-baru ini. Pasalnya, per 1 Februari 2025 kemarin, Kementerian ESDM menetapkan bahwa pengecer tidak lagi diperbolehkan menjual elpiji 3 kilogram secara bebas.

Menanggapi hal tersebut, Politikus PDIP Ferdinand Hutahean mengatakan bahwa kebijakan itu ibaratnya sebuah simalakama.

"Iya memang kebijakan ini menjadi dilema yah bagi masyarakat dan juga bagi pemerintah," ujar Ferdinand kepada fajar.co.id, Minggu (2/2/2025).

Dikatakan Ferdinand, jika pemerintah tidak menata tataniaga LPG maka dikhawatirkan terjadi pembengkakan subsidi secara terus-menerus. "Nah dilemanya di tengah masyarakat, ketika masyarakat akan kehilangan pekerjaan," tukasnya.

Dijelaskan Ferdinand, LPG yang dijual secara eceran selama ini menjadi lahan pekerjaan tersendiri bagi sebagian masyarakat. "Mereka akan kehilangan pekerjaan, kehilangan pendapatan tentu akan menyusahkan masyarakat," ucapnya.

Kata Ferdinand, pemerintah mesti melakukan kajian mengenai mekanisme apakah membatasi titik-titik penjualan sebagai solusi dari penanggulangan perbaikan subsidi.

"Menurut saya tidak, bukan pembatasan titik penjualan yang perlu dilakukan pemerintah tetapi memang ini satu hal juga bisa dilakukan," Ferdinand menuturkan.

Tambahnya, pemerintah mesti juga memikirkan dampak kebijakan yang diberikan terhadap masyarakat. "Yang terpenting adalah mengontrol bagaimana cara mekanisme penjualan dan siapa yang berhak membeli," sebutnya.

Masalahnya, lanjut Ferdinand, pengawasan pada sektor ini tidak berjalan lancar, meskipun ada Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas).

"BPH migas tapi tidak jalan pengawasan di tengah masyarakat siapa yang berhak membeli prodak ini. Kan itu yang menjadi kendala di kita, jadi bukan masalahnya di titik penjual tapi di titik pembelinya yang bermasalah," terangnya.

Ferdinand bilang, karena lemahnya pengawasan tersebut, maka terbit kebijakan yang bisa dipastikan bakal menghilangkan mata pencaharian masyarakat.

"Ini masih kebijakan yang asal, tidak berpikir dua sisi, tidak berpikir dari sisi pemerintah untuk menyelamatkan subsidi dan tidak berpikir dari sisi masyarakat bagaimana mereka supaya tidak kehilangan pendapatan," cetusnya.

Lebih lanjut, Ferdinand menuturkan bahwa keberadaan pengecer selama ini sangat bermanfaat, sebab akses masyarakat bisa lebih dekat dan terjangkau.

"Kalau nanti hanya bisa membeli di pangkalan maka akan ada jarak tempuh yang lumayan bisa jauh dari masyarakat dan tentu itu akan menambah ongkos masyarakat mungkin naik ojek atau apalah yah," imbuhnya.

Bagi Ferdinand, pemerintah mesti melakukan pengkajian ulang terkait mekanisme subsidi tersebut, apalagi sampai membebani APBN.

"Kalau memang harus menjadi pangkalan maka saya pikir bahwa harus ada gerakan massal dari PT Pertamina untuk mengangkat para pengecer ini menjadi Pangkalan, itu adalah jalan solusi supaya mereka tidak kehilangan pendapatan," kuncinya. (*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved