Repelita Jakarta - Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid menegaskan, pihaknya belum menemukan adanya sertifikat terkait pagar laut di kawasan Proyek Strategis Nasional (PSN) di Desa Mauk Barat, Kabupaten Tangerang, Banten. Pagar laut tersebut membentang sepanjang 30,16 kilometer (km) dan berstatus ilegal.
"Mauk Barat, nah ini yang nanti kawasan PSN itu, di sini (sertifikat) belum ada," kata Nusron dalam rapat bersama Komisi II DPR RI di Senayan, Jakarta Pusat. Dia menyampaikan, Kementerian ATR/BPN telah melakukan pemeriksaan satu per satu kepada 16 desa dan enam kecamatan yang terdapat pembangunan pagar laut. Namun, hasilnya menunjukkan bahwa kawasan PSN di Desa Mauk Barat, Kecamatan Mauk, tidak ditemukan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) maupun Sertifikat Hak Milik (SHM).
"Yang ini (Desa Mauk Barat) kawasan PSN yang nanti ini, karena ini hutan mangrove 1.500 hektare. Belum ada (SHGB-SHM) di sini. Tidak ada. Tidak ada atau belum ada, saya belum tahu. Tapi sampai hari ini tidak ada," ujar Nusron.
Menurut dia, petugas hanya menemukan sertifikat terbit di dua desa dari 16 desa yang terbangun pagar laut sepanjang 30,16 km di Kabupaten Tangerang. Dua desa tersebut adalah Desa Kohod di Kecamatan Pakuhaji dan Desa Karang Serang di Kecamatan Sukadiri. Di Desa Kohod, terbit sebanyak 263 SHGB dan 17 bidang SHM. Dari 263 SHGB, total luasnya mencapai 390,7985 hektare, sedangkan SHM 17 bidang memiliki luas 22,934 hektare. Kementerian ATR/BPN telah membatalkan 50 sertifikat di desa tersebut.
"Sisanya sedang berjalan, masih kita on progress, kita cocokkan. Mana yang di dalam garis pantai, mana yang di luar garis pantai," terang Nusron.
Sementara itu, di Desa Karang Serang, terbit sertifikat tiga bidang sejak tahun 2019. Temuan itu merupakan yang terbaru setelah sebelumnya terbit sertifikat tahun 2023 dan 2024. Nusron belum menyebutkan apakah sertifikat tersebut SHGB atau SHM.
Pagar laut sepanjang 30,16 km tersebut tercatat terbangun di enam kecamatan dan 16 desa. Rinciannya meliputi dua desa di Kecamatan Teluk Naga, yakni Desa Tanjung Pasir dan Tanjung Burung. Lalu, tiga desa di Kecamatan Pakuhaji, yaitu Desa Kohod, Sukawali, dan Kramat. Kemudian, Desa Karang Serang di Kecamatan Sukadiri. Selanjutnya, tiga desa di Kecamatan Kemiri meliputi Desa Karang Anyar, Patramanggala, dan Desa Lontar. Empat desa di Kecamatan Mauk meliputi Desa Ketapang, Tanjung Anom, Marga Mulya, dan Desa Mauk Barat. Terakhir, tiga desa di Kecamatan Kronjo, yakni Desa Muncung, Kronjo, dan Desa Pagedangan Ilir.
Namun, Nusron menuturkan, hingga saat ini pihaknya belum atau tidak menemukan adanya SHGB maupun SHM di 14 desa lainnya. "Kami cek satu-satu dari 16 desa ini. Ini Desa Tanjung Pasir clear, tidak ada, belum ada, udah kami cek. Kemudian Desa Tanjung Burung Kecamatan Teluknaga, clear, tidak ada sehingga berita-berita sosmed itu ada, enggak ada," tegas Nusron.
Nusron menambahkan, sertifikat yang terbit di wilayah pesisir Kabupaten Banten merupakan konversi dari girik ke SHGB dan SHM. Dia menjelaskan, sertifikat-sertifikat itu berasal dari girik yang dimiliki masyarakat. Lalu, dikonversi menjadi SHGB dan SHM. Rata-rata girik tersebut berasal dari tahun 1982.
"Nah hampir semua proses yang terjadi ini prosesnya adalah konversi, konversi dari girik. Rata-rata giriknya tahun 1982. Jadi ini tidak pemberian hak baru. Ini adalah konversi, dari hak girik," ujar Nusron.
Dia menjelaskan, kasus pagar laut di Kabupaten Tangerang dilakukan melalui Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). "Prosesnya itu menggunakan program PTSL. Tapi kalau dia masuk program PTSL, yang paling bertanggung adalah panitia ajudikasi," terang Nusron.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (Dirjen PHPT) Kementerian ATR/BPN Asnaedi menjelaskan, girik awalnya merupakan bukti kepemilikan tanah lama berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Dalam UU tersebut, pemilik tanah diberikan waktu untuk mendaftarkan tanah mereka. Namun, dengan berjalannya waktu dan beberapa peraturan tambahan, hak atas tanah yang bersumber dari girik seharusnya sudah tidak berlaku. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok