Pengamat politik Rocky Gerung mengkritik keputusan polisi yang menaikkan status kasus Said Didu dari penyelidikan menjadi penyidikan. Langkah ini terkait dengan tindakan Said Didu yang menentang pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Jokowi, yaitu Pantai Indah Kapuk 2. Rocky menilai tindakan tersebut sebagai bagian dari upaya kriminalisasi terhadap aktivis yang kritis terhadap kebijakan pemerintah.
Rocky memperingatkan bahwa langkah ini dapat memicu ketegangan sosial yang lebih besar di Indonesia. Ia menjelaskan bahwa protes Said Didu bukan hanya mengenai individu, melainkan mencerminkan ketidakadilan sosial yang lebih luas, terutama terkait dengan penggusuran tanah untuk proyek-proyek besar yang hanya menguntungkan segelintir pihak.
"Kasus ini menunjukkan bahwa negara lebih melindungi kepentingan oligarki daripada rakyat kecil," kata Rocky dalam diskusi dengan Forum News Network (FNN). Ia juga menyatakan bahwa ketidakadilan dalam pembagian sumber daya semakin menciptakan ketegangan kelas di masyarakat. Menurutnya, jika masalah ini tidak segera ditangani, ketegangan sosial dapat berkembang menjadi konflik yang mengancam stabilitas negara.
Rocky menambahkan bahwa perjuangan Said Didu kini menjadi simbol perlawanan bagi mereka yang menuntut transparansi dan keadilan dalam pengelolaan sumber daya alam, khususnya terkait proyek-proyek yang merugikan masyarakat kecil. Ia menekankan bahwa pemerintah, terutama Presiden Prabowo, perlu merespons masalah ini dengan cepat untuk mencegah terjadinya krisis sosial yang lebih besar.
Selain itu, Rocky mengingatkan bahwa situasi ekonomi yang semakin sulit, ditambah dengan rencana kenaikan PPN 12%, dapat memperburuk frustrasi sosial di masyarakat. Ia juga mencatat bahwa ketegangan yang muncul tidak hanya terkait dengan masalah tanah, tetapi juga dengan perbedaan kelas yang semakin tajam di Indonesia.
"Negara harus bertanggung jawab untuk mengatur dan mendistribusikan sumber daya secara adil," ujar Rocky. Ia menyimpulkan bahwa pemerintah harus memastikan keadilan sosial dan tidak membiarkan oligarki terus menguasai kekuasaan. Ini, menurutnya, adalah ujian bagi demokrasi Indonesia.
Said Didu sebelumnya mengungkapkan bahwa Proyek Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, yang dimiliki konglomerat Aguan di Tangerang, Banten, berpotensi merampas hak rakyat. Proyek senilai Rp 40 triliun ini telah dimasukkan sebagai Proyek Strategis Nasional sejak era Presiden Jokowi. PIK 2 direncanakan dibangun di atas lahan seluas 1.755 hektar.
Said Didu, yang merupakan mantan Sekretaris Kementerian BUMN, juga mengungkapkan sejumlah masalah terkait proyek ini, termasuk pengalihan aset negara seperti jalan, irigasi, sungai, hutan mangrove, dan pantai yang luasnya bisa mencapai ribuan hektar. Selain itu, penggusuran paksa dan isolasi terhadap warga yang menuntut keadilan terus berlangsung.(*)