Rudianto Lallo Soroti Konflik di Unhas dan Pemberhentian Mahasiswa
29 November 2024, Makassar – Konflik di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Hasanuddin (Unhas) mendapat sorotan dari berbagai pihak, termasuk Ketua Ikatan Alumni (IKA) Unhas Makassar, Rudianto Lallo.
Rudianto mengungkapkan rasa prihatinnya terkait perkembangan kasus yang melibatkan pemberhentian mahasiswa secara tidak hormat. Ia menilai bahwa keputusan tersebut harus menjadi bahan introspeksi bagi pihak kampus.
"Saya sangat prihatin. Kasus seperti ini seharusnya menjadi bahan koreksi bersama," ujar Rudianto, Jumat (29/11/2024).
Menurut Anggota Komisi III DPR RI ini, pihak yang memegang kendali kebijakan di kampus seharusnya melakukan introspeksi diri. Ia menegaskan bahwa rektor tidak boleh semena-mena memecat mahasiswa, apalagi dalam lembaga pendidikan.
"Introspeksi diri, apalagi ini adalah lembaga pendidikan," ujarnya lebih lanjut.
Rudianto menegaskan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, bukan sekadar mencari kesalahan mahasiswa untuk dijatuhkan sanksi berat.
“Lembaga pendidikan seharusnya menggunakan pendekatan akademik, bukan represif. Jika masih bisa dibina, bimbinglah mereka. Jangan mengambil langkah yang berlebihan,” tuturnya.
Ia juga menambahkan bahwa setiap aksi yang dilakukan mahasiswa pasti ada alasan dibaliknya, dan tindakan demo atau protes seharusnya menjadi bahan introspeksi, bukan langsung dihukum.
"Demo atau protes itu pasti ada sebab akibatnya. Mungkin ada kebijakan yang dirasa tidak berpihak atau perlu dikoreksi," jelasnya.
Rudianto menekankan bahwa pihak kampus harus lebih bijaksana dalam menghadapi persoalan ini. Ia berharap agar mahasiswa dibimbing, bukan diberhentikan, dan bahwa lembaga pendidikan tidak berubah menjadi tempat yang represif terhadap kritik.
"Saatnya kita jadikan ini sebagai pelajaran agar ke depannya lebih bijak dalam menangani masalah," tegasnya.
Kasus ini berkaitan dengan pemberhentian seorang mahasiswa, Alief Gufran, yang menilai sanksi yang dijatuhkan terlalu berlebihan. Alief diberhentikan tidak dengan hormat setelah diduga melakukan pelanggaran yang mencakup tindakan tidak sopan dan konsumsi minuman keras.
Sementara itu, oknum dosen yang diduga melakukan pelecehan seksual terhadap mahasiswi hanya diberikan sanksi yang lebih ringan. Ini menimbulkan ketidakadilan yang disoroti oleh banyak pihak, termasuk Alief yang merasa keputusan kampus tidak transparan dan sarat dengan kejanggalan prosedural.
"Surat keputusan itu diterbitkan mendadak dan tanpa pemberitahuan yang memadai," keluh Alief. Ia juga mempertanyakan keputusan yang dianggapnya terlalu berat dan berpotensi politis.
Alief juga menyoroti ketidakadilan dalam pemberian sanksi, di mana pelaku pelanggaran lainnya hanya diberi sanksi ringan, sementara dirinya langsung diberhentikan secara permanen.
Ia menyerukan kepada mahasiswa untuk melihat kejadian ini sebagai peringatan terhadap situasi di kampus. Menurut Alief, suara mahasiswa adalah satu-satunya kekuatan yang mereka miliki untuk melawan ketidakadilan yang terjadi di lingkungan kampus.
"Suara mahasiswa adalah satu-satunya kekuatan yang kita miliki untuk melawan ketidakadilan," tegasnya. (*)