Permohonan PDI Perjuangan (PDIP) yang mempersoalkan penetapan hasil Pilpres dan Pileg dalam Pemilu 2024 akan diputus pada Kamis, 10 Oktober mendatang.
"Tanggal sidang: Kamis, 10 Oktober 2024. Agenda: pembacaan putusan secara elektronik melalui e-court," demikian dilansir dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Rabu (2/10).
Perkara nomor: 133/G/TF/2024/PTUN.JKT sudah berlangsung empat bulan lebih dengan sidang perdana pada Kamis, 30 Mei 2024. Laman SIPP PTUN Jakarta tidak menampilkan majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut.
Tergugat dalam perkara ini adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI. Dalam perjalanannya, tepatnya pada Kamis, 30 Mei 2024, majelis hakim PTUN Jakarta mengabulkan permohonan pemohon intervensi atas nama Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Majelis hakim menyatakan kedudukan pemohon intervensi atas nama Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai pihak tergugat II Intervensi dalam perkara nomor: 133/G/TF/2024/PTUN.JKT.
Sejumlah bukti surat atau tulisan dan saksi-saksi telah dilakukan pemeriksaan.
Sebelumnya, PDIP melalui ketua umum Megawati Soekarnoputri mendaftarkan permohonan untuk menggugat KPU pada Selasa, 2 April 2024.
PDIP meminta majelis hakim PTUN Jakarta memerintahkan KPU untuk menunda pelaksanaan Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota secara Nasional dalam Pemilihan Umum Tahun 2024 tertanggal 20 Maret 2024 sampai ada putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Majelis hakim diminta untuk tidak menerbitkan dan melakukan tindakan administratif apa pun sebagai bagian dari pelaksanaan Keputusan KPU 360/2024 sampai dengan perkara a quo berkekuatan hukum tetap.
Dalam pokok perkara, PDIP meminta majelis hakim PTUN Jakarta menyatakan batal Keputusan KPU dimaksud. Selain itu, majelis hakim diminta memerintahkan KPU untuk mencabut kembali Keputusan KPU 360/2024.
"Memerintahkan kepada tergugat untuk melakukan tindakan mencabut dan mencoret pasangan Calon Presiden Prabowo Subianto dan Calon Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka sebagai Calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih berdasarkan suara terbanyak sebagaimana tercantum pada Keputusan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 360 Tahun 2024," bunyi petitum PDIP seperti dikutip dari CNN Indonesia
PDIP Yakin PTUN akan Putuskan KPU tidak Sah Terima Pendaftaran Gibran Jadi Cawapres
Kuasa Hukum PDI Perjuangan Gayus Lumbuun menyatakan yakin Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta berwenang untuk mengadili gugatan terhadap KPU RI terkait perbuatan melawan hukum pada Pilpres 2024. Gugatan yang diajukan PDIP adalah perbuatan melawan hukum oleh penyelenggara pemilu.
"Sangat salah (jika PTUN tidak berwenang) karena kami bukan (mempersoalkan) hitungan suara, tetapi kami menggugat tindakan atau perbuatan orang melakukan atau tidak melakukan, itu konsep TUN kata Gayus ditemui usai sidang di PTUN Jakarta, Kamis (18/7/2024).
Gayus menegaskan, bahwa gugatan yang teregister dengan Nomor Perkara 133/G/TF/2024/PTUN.JKT ini berbeda dengan gugatan sengketa pemilu yang ada di Mahkamah Konstitusi maupun di Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu). Ia menjelaskan pihaknya mempersoalkan perbuatan melawan hukum saat KPU RI menjalankan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023, yakni perihal syarat usia calon presiden dan wakil presiden.
Ketika itu, imbuh dia, KPU tidak menaati Pasal 10 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yang mengatur bahwa tindak lanjut atas putusan MK dilakukan oleh DPR atau Presiden.
"Ketua KPU yang lalu itu (Hasyim Asy’ari) mengirimkan putusan (MK) itu atau permohonan agar dipakai sebagai peraturan sah ke Menteri Hukum dan HAM (Menkumham). Oleh Menkumham diarahkan kembali sebagaimana undang-undang, yaitu ke DPR," katanya.
Namun, menurut Gayus, KPU tetap saja tidak menindaklanjuti Putusan MK Nomor 90 untuk diterjemahkan ke dalam Peraturan KPU melalui DPR terlebih dahulu. "Inilah yang saya anggap sebagai pelanggaran hukum oleh penyelenggara negara dengan kewenangannya dan merugikan masyarakat karena tidak menaati undang-undang," ujar dia.
Pada perkara ini, PDIP meminta PTUN Jakarta menyatakan tindakan KPU sebagai penyelenggara Pemilu 2024, sepanjang mengenai pemilihan presiden dan wakil presiden merupakan perbuatan melanggar hukum oleh pejabat pemerintah (onrechtmatige overheidsdaad). Tindakan KPU yang dipersoalkan oleh PDIP, pada intinya, yaitu tidak menolak pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden peserta Pemilu 2024.
Dalam petitumnya, PDIP juga meminta agar PTUN mewajibkan KPU untuk tidak melakukan tindakan administrasi pemerintahan sepanjang berkaitan dengan kepentingan pelantikan Wakil Presiden Terpilih Periode 2024–2029 atas nama Rakabuming Raka. Jika gugatan tersebut dikabulkan, imbuh Gayus, muncul kemungkinan hanya Prabowo Subianto yang dilantik sebagai Presiden RI 2024–2029, sementara wakil presidennya dipilih berdasarkan mekanisme di MPR.
"Bisa begitu, karena Pak Prabowo tidak ada cacat, tidak ada yang salah di Pak Prabowo. Tapi soal MPR, silakan, MPR kan bukan punya pimpinan saja, MPR itu punya seluruh rakyat Indonesia," kata dia.
KPU RI melalui kuasa hukumnya, Saleh, juga optimistis menang melawan gugatan PDIP di PTUN Jakarta terkait dengan dugaan perbuatan melawan hukum dalam Pilpres 2024. Menurut Saleh, materi gugatan PDI Perjuangan telah selesai di Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan dalam perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang diajukan pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud Md.
"Dengan adanya putusan MK itu, PTUN ini sebenarnya tidak berwenang. Itu yang sudah kami ajukan eksepsi terkait dengan kewenangan absolut bahwa PTUN Jakarta ini tidak berwenang mengadili perkara yang pernah diadili di MK," ujar Saleh saat ditemui di PTUN Jakarta, Kamis.
Saleh menganggap gugatan PDI Perjuangan di PTUN terkait dengan pencalonan Gibran Rakabuming Raka memiliki kemiripan dengan dalil-dalil permohonan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud ketika menggugat hasil pilpres di MK.
"Ini sudah dilakukan penilaian oleh Mahkamah Konstitusi. Namun, kemudian dari penggugat (PDI Perjuangan) masih membawa persoalan ini di PTUN Jakarta," ucap Saleh.
Di samping itu, kata dia pula, pihak yang berhak mengajukan gugatan terkait dengan sengketa proses pemilu ialah pasangan calon, bukan partai politik. Hal tersebut berpedoman pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
"Selama proses berlangsung mulai dari awal pendaftaran sampai ke ujung penetapan atau putusan yang dilakukan oleh MK, tidak ada yang mengajukan keberatan terkait dengan pencalonan Gibran Rakabuming Raka," tuturnya.***