Pengembang hunian Sentul City diduga memaksa warga Babakan Madang, Bogor untuk menjual tanah mereka. Mereka juga dipaksa untuk meninggalkan rumah yang sudah dihuni lebih dari 30 tahun.
Hal itu disampaikan warga Babakan Madang saat menyambangi kediaman Presiden Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Gatot Nurmantyo di Sentul, Bogor, Jawa Barat.
Kepada Gatot, salah satu warga yang telah memiliki bukti surat kepemilikan tanah dipaksa menjual lahannya seluas 1 hektare hanya senilai Rp100 juta. Warga lain juga sempat melakukan aksi protes kepada Sentul City namun tidak digubris.
"Jangan ragu menyampaikan keluhan, saya bukan anjingnya Swie Teng (Presdir PT Sentul City). Memangnya Swie Teng pemilik Republik ini?" tegas Gatot dalam keterangan tertulisnya, Jumat (13/9).
Mantan Panglima TNI ini mengaku akan berada di garda terdepan untuk membela warga Babakan Madang untuk mempertahankan tanah kelahirannya.
"Sebagai tetangga, saya harus bela masyarakat. Saya enggak mau tidur enak, tapi tetangga nangis susah. Saya rela nyawa saya untuk bela warga yang mengalami kayak gitu," tegas Gatot.
Gatot mengaku tidak mempermasalahkan jual beli pengembang atas tanah warga, dengan catatan sesuai harga jual yang wajar.
"Ganti rugi harus ikhlas bagi yang punya rumah, jangan dikendalikan (pengembang). Mau pindah ke mana warga kalau ganti ruginya cuma Rp 20juta (satu rumah)?" kritiknya.
Hasil diskusi dan serap aspirasi bersama warga, Gatot mendapati bahwa mereka sudah tinggal lama di Babakan Madang dan memiliki akta jual beli tanah yang sah dan diketahui kepala desa. Mereka juga tercatat membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
"Mereka punya dasar kepemilikan tanah dan bayar PBB, seharusnya tidak bisa digusur pengembang," lanjut Gatot.
Sengketa tanah antara warga Babakan Madang dengan pengembang hunian Sentul City tercatat sudah berlangsung lama.
Tahun 2022 silam, DPR RI bahkan berusaha membentuk Pansus Mafia Tanah untuk menguak kondisi pertanahan di Desa Bojong Koneng dan Cijayanti, Kecamatan Babakan Madang, Bogor, Jawa Barat.
PT Sentul City juga sempat dipanggil DPR RI terkait konflik lahan di kawasan tersebut.
Terbaru, warga di Babakan Madang menggelar aksi mengurung di dalam rumah untuk menolak pembelian lahan dari Sentul City.
"Yang miris, saya dengar ada masyarakat dipolisikan karena mencabut kunci excavator yang menyerobot paksa masuk ke lahannya untuk menggusur dan membersihkan lahan," tandas Gatot seperti dikutip dari rmol
Aparat Seharusnya Lindungi Rakyat.
Ramai di media sosial terkait Sentul City mengurung rumah-rumah masyarakat yang menolak menjual kepada pengembang Sentul City, sehingga masyarakat harus mencari akses yang lebih jauh untuk mencapai jalan yang biasa dilalui. Bahkan pemindahan makam warga dinilai masyarakat tidak layak.
“Yang juga bikin hati miris adalah ada masyarakat yang dipolisikan karena mencabut kunci escavator yang menyerobot paksa masuk ke lahannya untuk menggusur dan membersihkan lahan,” kata Mantan Panglima TNI Letjen Gatot Nurmantyo di akun YouTube-nya, Jum’at (13/9/2024).
“Anehnya, pemilik lahan dengan bukti surat kepemilikan leter C akhirnya dibebaskan polisi tetapi terpaksa menjual lahannya seluas 1 ha hanya senilai Rp.100juta atau tanahnya dihargai hanya Rp.10ribu per meter,” imbuh tokoh deklarator KAMI ini.
Dikemukakan warga yang memiliki surat kepemilikan sah atas tanah mereka dan telah tinggal di situ kurang lebih 30 tahun menolak penggusuran Sentul City. Tetapi aksi penolakan mereka justru tidak didukung oleh Lurah yang sudah dipilih oleh warga. Menghilangnya Lurah dalam aksi penolakan menyebabkan warga desa mendatangi kediaman Gatot Nurmantyo yang juga menjadi tetangga mereka pada Rabu 11 September 2024.
Di hadapan masyarakat Babakan Medang, Gatot Nurmantyo dengan tegas mengatakan,
“Jangan ragu-ragu menyampaikan keluhan, saya bukan anjingnya Swie Teng. Emangnya Swie Teng pemilik Republik ini? Sebagai tetangga saya harus bela masyarakat. Saya gak mau bisa tidur enak, tapi tetangga nangis susah. Saya rela nyawa saya untuk bela warga yang mengalami kayak gitu.” beber Gatot.
“Ganti rugi harus iklas bagi yang punya rumah, jangan dikendalikan (pengembang). Mau pindah ke mana warga kalo ganti ruginya cuma Rp.20juta.” terangnya.
Gatot Nurmantyo menjelaskan bahwa warga yang sudah tinggal lama di situ, punya akta jual beli yang diketahui kepala desa, serta bayar PBB seharusnya tidak bisa digusur pengembang.
Gatot juga menyarankan warga yang telah menerima uang dengan terpaksa dari pengembang segera mengembalikannya kepada pengembang.***