Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia menilai bertambahnya jumlah menteri di kabinet pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuminh Raka tidak ada masalah.
Menurut dia, bertambahnya jumlah menteri itu merupakan hal yang wajar jika Prabowo ingin melakukan percepatan pembangunan.
“Ya enggak apa-apa kalau dianggap kebutuhan kan mau melakukan percepatan. Enggak ada masalah kok,” ujar Bahlil di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Kamis (12/9/2024).
“Tinggal tupoksinya saja saya pikir itu masing-masing pemimpin punya style-nya berbeda,” sambungnya.
Menteri ESDM itu menuturkan penyusunan kabinet adalah hak prerogatif presiden.
Oleh karena itu, dirinya menyerahkan semua susunan menteri itu kepada Prabowo selaku Presiden terpilih 2024.
“Jadi kalau kita ini jangan bertindak atau berkomentar melampaui batas berkomentar. Serahkan semuanya kepada Pak Presiden terpilih Pak Prabowo,” jelas Bahlil.
Bahlil juga meyakini Prabowo akan mempertimbangkan secara matang susunan kabinetnya sesuai peraturan undang-undang.
“Mau berapa jumlahnya kita lihat saja dan saya yakinkan bahwa pasti Pak Prabowo akan mempertimbangkan secara matang dan akan sesuai dengan peraturan peundang-undangan,” pungkasnya seperti dikutip dari tv one
Dasar Hukum Presiden Terpilih Prabowo Subianto Untuk Menambah Kementerian
RUU Kementerian Negara, akan menjadi dasar hukum bagi pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subianto, buntuk menambah kementerian. Wacana penambahan dari 34 menjadi 44 kementerian, belakangan semakin menguat.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Achmad Baidowi menegaskan bahwa Rancangan Undang-Undang tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (RUU Kementerian Negara) menjadi dasar hukum penambahan ataupun pengurangan nomenklatur kementerian oleh pemerintah mendatang.
"Undang-undang yang disahkan kemarin itu tidak ada lagi batasan dari presiden, mau ditambah melebihi 34 boleh, mau dikurangi kurang dari 34 juga boleh. Dasar hukumnya sudah ada," kata Awiek, sapaan karib Achmad Baidowi, di Jakarta, Kamis, dikutip dari Antara.
Hal itu disampaikan Awiek merespons isu bahwa jumlah kementerian pada pemerintahan mendatang akan ditambah dari 34 kementerian menjadi 44 kementerian.
"Saya baru dengar dari media soal jumlah. Sekali lagi soal jumlah itu tergantung dari kebutuhan presiden. Sebagaimana ketentuan bunyi Undang-Undang Kementerian Negara, untuk jumlahnya tergantung kebutuhan presiden dengan mempertimbangkan efektivitas pemerintahan. Kuncinya di situ," ujarnya.
Dia menekankan bahwa efektivitas jumlah nomenklatur kementerian tergantung kebutuhan dari presiden terpilih dalam menerjemahkan visi-misi yang diusungnya saat kampanye.
"Ya, tergantung user-nya yang mau menggunakan," ucapnya.
Dia lantas membandingkan jumlah nomenklatur kementerian yang ada pada era Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Presiden Joko Widodo.
Meskipun, kata dia, sama-sama berjumlah 34 kementerian, namun nomenklatur kementeriannya berbeda.
"Di zaman SBY, PUPR (Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) itu pisah, KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) itu pisah jadi dua. Di zaman Pak Jokowi itu digabung karena menambah kementerian lain, Kemendes (Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi) misalnya yang ditambah. Ada juga Kemenko Kemaritiman," kata dia.
Sebelumnya, Senin (9/9), Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menyetujui agar RUU Kementerian Negara dibawa ke rapat paripurna guna disahkan menjadi undang-undang.
Sejumlah perubahan dalam RUU tersebut, di antaranya terdapat penyisipan pasal yakni Pasal 6A soal pembentukan kementerian tersendiri, kemudian disisipkan juga Pasal 9A soal presiden yang dapat mengubah unsur organisasi sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan.
Selanjutnya, salah satu poin penting dalam RUU itu adalah perubahan Pasal 15. Dengan perubahan pasal itu, presiden kini bisa menentukan jumlah kementerian sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan negara, tidak dibatasi hanya 34 kementerian seperti ketentuan dalam undang-undang yang belum diubah.***