Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengaku menyesal telah menyetujui anggaran sebesar Rp 76,6 triliun buat KPU menyelenggarakan Pemilu 2024 pada 24 Februari silam.
Penyesalan ini muncul karena belakangan mulai terbongkar aib KPU yang dinilai tidak transparan dalam melaporkan penggunaan anggaran ini.
Anggaran Rp 76,6 T buat Pemilu ini berasal dari APBN alias pajak rakyat.
"Saya membela bapak-ibu itu, berapa pun anggaran yang disampaikan, bahkan kita bisa mendesak Menkeu, badan anggaran supaya anggaran harus diterima total Rp 76,6 T. Anggaran Pemilu dianjurkan KPU Rp 76,6 T, Bawaslu Rp 33 [T], sekian," kata Doli.
"Tapi akhirnya kalau cerita Bu Reska, Arteria, ini mulai ada penyesalan buat saya, karena menurut saya ternyata anggaran yang kita perjuangkan buat gaya hidup bapak jadi mewah. Saya tadi terkejut ada rumah dinas, ada apartemen, coba sekjen klarifikasi," tambah dia.
Politikus Golkar ini juga menyoroti private jet yang pernah dipakai eks Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari untuk berkeliling ketika Pemilu.
"Kedua private jet, saya tidak menduga, tapi laporannya ada, itu diakui pakai APBN," ucap Doli.
Selain itu, Komisi II mempertanyakan alasan KPU membuat 2 film selama Pemilu dan Pilkada yakni 'Kejarlah Janji dan Tagihlah Janji'.
"Paling nyata film. Coba jelaskan sama kami, apa output film dibuat?Seingat saya buat film Rp 10 M. Sekarang 2 film bayangkan, siapa yang nonton itu film? Kenapa terpikir buat film? Apakah untuk sosialisasi? Sejauh apa efeknya terhadap partisipasi dan pemahaman publik terhadap Pemilu?" kata Doli.
Komisi II juga mempertanyakan alasan KPU yang mau membuat Akademi Pemilu Indonesia. Ia menilai, tidak ada urgensi pembentukan ini.
"Yang lebih lucu, ini bapak dan ibu minta buat Akademi Pemilu Indonesia. Ini 5 tahun enggak ada Pemilu bapak ibu mau ngajar buat kampus? Maksudnya bapak ibu ini kelebihan duit mau buat akademi? Mau berbisnis?" tutur Doli seperti dikutip dari kumparan
DPR Pertanyakan Penggunaan Anggaran Pemilu oleh KPU: Dari Bikin Film hingga Sewa Jet Pribadi
Penggunaan anggaran pemilu menjadi topik hangat dalam Rapat Dengar Pendapat antara Komisi II DPR RI dengan Komisi Pemilihan Umum atau KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Rapat yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat pada Selasa, 10 September 2024 itu membahas perihal penyesuaian rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga pada 2025.
Dalam rapat tersebut, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia meminta KPU menjelaskan penggunaan anggaran Pemilu 2024. Dia meminta penjelasan itu setelah mendengar pernyataan dari seluruh anggota Komisi II DPR.
“Ketika mendengar cerita anggota Dewan yang lain, ini ada penyesalan bagi saya. Karena menurut saya, anggaran yang kami perjuangkan itu membuat gaya hidup bapak, ibu, menjadi mewah semuanya,” kata Doli.
Politikus Partai Golkar itu mengaku terkejut dengan penggunaan anggaran Pemilu 2024 seperti untuk rumah dinas dan apartemen maupun penggunaan pesawat jet pribadi. “Private jet. Saya tadi tidak menduga, tetapi ternyata laporannya benar ada, diakui memakai uang APBN,” tuturnya.
Doli juga mempertanyakan KPU yang membuat dua film untuk Pemilu 2024, yakni Kejarlah Janji dan Tepatilah Janji.
“Coba jelaskan sama kami apa background film itu dibuat dan output-nya apa? Seingat saya membuat film itu minimal Rp 10 miliar. Sekarang sudah ada dua film. Bayangkan, dua film KPU buat dalam periode ini,” ujar dia.
Doli kemudian meminta KPU menjelaskan siapa saja target penonton hingga alasan pembuatan dua film tersebut. “Apakah itu bagian dari sosialisasi? Kalau sosialisasi, sejauh mana efeknya terhadap apa? Terhadap partisipasi publik? Pemahaman publik tentang pemilu atau apa?” Kata dia.
DPR Pertanyakan Rencana KPU Bikin Akademi Pemilu
Doli juga mempertanyakan rencana KPU membuat Akademi Pemilu RI. “Lebih lucu lagi ini Bapak, Ibu, minta persetujuan kami buat Akademi Pemilu Indonesia. Ini kan berarti lima tahun enggak ada kerja kepemiluan, Bapak, Ibu mengajar atau membuat kampus, me-manage semacam itu?” kata Doli.
“Pertanyaan saya, di undang-undang ada enggak aturan untuk membuat sekolah? Tugas utama Bapak, Ibu adalah pelaksana undang-undang, di undang-undang itu ada enggak Bapak, Ibu disuruh buat sekolah? Mau bisnis, Pak?” tanya Doli menambahkan.
Dia mengatakan hampir muncul penyesalan baginya yang disebut telah membela KPU agar dapat membuat pemilu semakin berkualitas dan berwibawa, tetapi memunculkan ide pembuatan akademi. Terlebih, kata dia, ide tersebut menunjukkan anggaran KPU RI berlebih.***