Penulis : Adian Radiatus
Akun Fufufafa terlepas dari siapa pemiliknya, namun jelas isinya telah memberi gambaran bagaimana pola pikir yang bersangkutan terhadap kehidupan politik, sosial dan kemasyarakatan dari bangsa yang terkenal ramah, beretika dan bertoleransi tinggi ini mengalami dekadensi moral yang cukup memprihatinkan.
Akun yang ditengarai milik Wapres per 20 Oktober 2024 Gibran Rakabuming itu dan mulai berinteraksi sejak sepuluh tahun lalu itu sebenarnya bersifat situasional dan kondisional yang tak terlepas dari drama politik kepemimpinan dan kekuasaan pasca reformasi dimana karakter kebebasan dan kekuatan yang berkuasa tak lagi sungguh-sungguh menghormati dan menempatkan Keadilan Hukum sebagai Panglima pelindung rakyatnya.
Dibawah kepemimpinan presiden Joko Widodo telah terjadi semacam kontaminasi politik antara kepentingan kelompok dengan arus kekuasaan yang dipegang oleh Jokowi secara sentralisme dan disadari atau tidak seakan secara sengaja dibuat saling melindungi berbasis pengumpulan harta katun kekayaan pribadi-pribadi maupun kelompok secara brutal tak terkendali walaupun secara tampilan tampak wajar.
Faktanya rakyat dikejutkan berulang kali dengan temuan Jaksa Agung maupun KPK bahkan oleh institusi Kepolisian yang menunjukan demikian beringasnya uang haram koruptif dilakukan dengan bahkan penuh kebanggaan diri para pelakunya. Mana berani kalau tidak ada "pelindung" kuat berkarpet merah.
Maka similar tapi tak selaras, demikianlah akun fufufafa muncul kepermukaan dengan segala isinya yang mencerminkan gaya keangkuhan pemiliknya tidak serta merta sebagai dosa besar terhadap para pihak yang dicemoohkan bahkan pada beberapa cuitan demikian kasar dan vulgar wujud kesombongan diri semata.
Apalagi ketika hembusan pemilik akun tersebut notabene adalah Wapres terpilih yang tentu saja memiliki nilai-nilai moralitas tinggi dimata rakyat, maka sebuah kepastian berbasis independen keilmuan tak hanya terkait jejak cyber telematika tetapi juga pakar psikologis kiranya perlu dibentuk oleh suatu keputusan negara yang dalam hal ini Mahkamah Konstitusi berdasar pengaduan rakyat yang meminta kepastian apakah ada pelanggaran berat moralitas dari sang Wapres terpilih atau tidak berdasar aturan hukum tentang syarat-syarat Presiden dan Wakil Presiden.
Negara juga harus memberi ruang kesetaraan dan tidak boleh membiarkan seorang atau kelompok melakukan penyerangan karakter pada seseorang hanya karena opini-opini yang tak mencerminkan kebenaran hakiki secara Hukum. "Pembunuhan" karakter sangatlah tidak patut dibiarkan berlangsung terlalu lama tanpa kejelasan apalagi tiada kepastian.
Tidak ada yang benar-benar patut dijadikan perang politik demi kekuasaan semata, karena hakekatnya kewajiban para pemegang kekuasaan adalah untuk mengurus bangsa dan negara ini secara teladan kepemimpinan dan memajukannya atas nama keadilan dan kemakmuran karena bagaimanapun Fufufafa itu adalah cermin buruknya teladan kebangsaan sepuluh tahun terakhir ini khususnya…
Jakarta, 18 September 2024