”Punggungku terasa amat sangat sakit setiap pulang. Pulang dini hari, bukan duduk-duduk saja. Aku merasakan sakit yang luar biasa malam ini. Aku tidak sanggup lagi meneruskan siklus ini.”
Di salah satu halaman diari atau buku harian yang ditemukan polisi di kos tempat dia ditemukan telah meninggal di kawasan Gajahmungkur, Kota Semarang, Jawa Tengah, dokter ARL mencurahkan isi hatinya tersebut.
Pada bagian lain, dia juga menulis betapa merasa tidak kuat lagi menjadi mahasiswa program pendidikan dokter spesialis (PPDS) anestesiologi dan terapi intensif di Universitas Diponegoro.
”1 semester aku berjuang di sini. Terlalu berat untukku. Sakit sekali. Beban fisiknya begitu besar. Aku ingin berhenti. Sakit sekali, sungguh sakit.
Rasanya masih sama. Aku ingin berhenti. Aku tidak sanggup setiap hari bekerja seperti ini. Ada yang bisa menolong saya? Apa Tuhan tau saya tersiksa?” tulisnya pada 5 Juli 2024, dikutip dari Jawa Pos Radar Semarang.
Di buku harian tersebut, ARL juga menuliskan curhatan yang ditujukan kepada sang kekasih. Dia merasa sering diabaikan, tak dianggap sebagai manusia. Ketika sakit, dia masih diminta untuk bekerja.
Aku sangat menjunjung tinggi kemanusiaan. Tetapi disiksa, manusia saling mengabaikan. Mengabaikan aku, padahal aku manusia. Aku manusia mas. Aku ingin diperlakukan sebagai manusia. Aku berusaha semampuku.
Mas tau, punggungku selalu kesakitan. Tapi, aku tidak mau dikasihani. Orang lain pun tidak peduli. Aku yang menahan sakitnya. Aku masih harus bekerja. Seperti seolah aku orang sehat. Aku ingin tenang. Aku ingin penyiksaan ini berakhir.
Tuhan, ampuni hamba-Mu. Tuhan, bukannya aku tidak beriman. Tapi, rasa sakitnya begitu besar harus kutanggung setiap hari. Aku tidak sanggup dengan rasa sakitnya. Aku tidak bisa berdiri sendiri tanpamu seperti dikutip dari jawapos
Kronologi dr. Aulia Risma Lestari Bundir Akibat Bullying, Ditemukan Tewas dengan Bekas Suntikan Obat Penenang
Seorang mahasiswi kedokteran Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, dr. Aulia Risma Lestari (30), ditemukan tewas di kamar kosnya di kawasan Lempongsari, Kota Semarang.
Dr. Aulia yang tengah menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Undip ini diduga mengakhiri hidupnya sendiri dengan menyuntikkan obat penenang akibat mengalami tekanan berat dan perundungan.
Kapolsek Gajahmungkur, Kompol Agus Hartono, menjelaskan bahwa korban ditemukan pada Senin (12/8/2024) sekitar pukul 23.00 WIB dengan kondisi seperti orang tidur.
“Wajahnya biru-biru sedikit sama pahanya, seperti orang tidur, posisi miring,” kata Kapolsek Gajahmungkur Kompol Agus Hartono, Rabu (14/8/2024).
Kekasih korban yang curiga karena panggilannya tak direspons sejak pagi, meminta bantuan temannya di Semarang untuk memeriksa kos korban.
Setelah gagal membuka kamar dengan kunci cadangan, pintu akhirnya berhasil dibuka dengan bantuan ahli kunci, dan ditemukan bahwa korban sudah dalam kondisi tidak bernyawa.
“Teleponnya dari pagi (pacarnya) tapi nggak diangkat-angkat, padahal berdering (notifikasi di WhatsApp),” lanjut Kapolsek.
Hasil penyelidikan di lokasi kejadian (TKP) menunjukkan bahwa dr. Aulia diduga meninggal akibat menyuntikkan obat penenang sendiri.
“Saya nggak bisa ngomong (menyimpulkan), yang menjelaskan dokter, (keterangannya) obat itu pelemas otot tapi seharusnya lewat infus,” lanjut dia.
Di kamar korban, polisi menemukan sebuah buku harian yang berisi catatan pribadi, termasuk keluh kesah mengenai beratnya tekanan sebagai mahasiswi kedokteran serta kesulitan yang dihadapi dalam berurusan dengan seniornya.
Kompol Agus menyebut bahwa korban sebelumnya telah mengungkapkan niatnya untuk mengundurkan diri dari program pendidikan tersebut kepada ibunya, serta pernah mencurahkan isi hatinya terkait perlakuan dari senior yang dinilai keras dan sering memberi perintah yang sulit.
Kematian dr. Aulia ini juga menjadi kabar duka bagi RSUD Kardinah Kota Tegal, tempat di mana korban sehari-hari bertugas.
Jenazah dr. Aulia telah diambil oleh kedua orangtuanya dan tidak dilakukan autopsi. Kasus ini menambah daftar tragis mahasiswa yang tertekan dalam menjalani pendidikan tinggi, terutama di bidang kedokteran.***