-Kondisi ekonomi dunia masih dibayangi dengan tensi geobpolitik dunia yang kian meningkat.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan adanya sejumlah pola yang cenderung berulang khususnya tentang politik dunia, antara blok Amerika Serikat (AS) dan Eropa dengan blok China dan Rusia hingga Timur Tengah.
"Global environment masih sangat tidak pasti, meskipun kita sudah lihat ada pola berulang, yaitu mengenai tensi politik. Secara global eksalasi antara blok di AS, Eropa, dengan blok China Rusia dan bahkan sudah pecah menjadi perang seperti di Ukraina. Kemudian di Timur Tengah juga terjadi," katanya dalam Konferensi Pers RAPBN 2025: Transisi Efektif & APBN Kredibel di Kantor DJP, Jakarta, Jumat (16/8).
Selain konflik militer, kondisi global juga telah diguncang perang dagang antara sejumlah negara yang telah menaikkan instrumen tarif dan non tarig untuk membendung perdagangan dari luar negeri.
"Ini yang kemudian menciptakan kerentanan terhadap rantai pasok global, dan krisis pangan serta energi sehingga menyebabkan inflasi melonjak tinggi di negara maju," kata Sri.
Akibatnya suku bunga acuan global semakin terkerek naik, yang sebelumnya sudah terjadi sejak 2022-2024. Meskipun, sudah ada tanda pemangkasan suku bunga.
"Kombinasi tensi global, disrupstrion supply China, high inflation dan interest rate menggerus daya beli dan minat investasi. Pertumbuhan ekonomi dunia melemah hanya 3,1 persen. Kalau dibanding dekade sebelumnya tumbuh di atas 4 persen, sekarang hanya 3,1 persen," tuturnya seperti dikutip dari rmol
Sri Mulyani: Indonesia Antisipasi Perang Dagang yang Menggerus Perekonomian Dalam Negeri
Menteri Keuangan (Menkeu) RI Sri Mulyani Indrawati mengatakan Indonesia perlu mengantisipasi adanya ancaman perekonomian global seperti perang dagang.
Kondisi yang dinilai dapat menggerus perekonomian dalam negeri ini merupakan sinyal ketidakpastian dan perlu mitigasi serius.
Hal ini dia sampaikan dalam Konferensi Pers RAPBN 2025; Transisi Efektif dan APBN Kredibel, di Jakarta Selatan, Jumat (16/8/2024).
"Seperti yang disampaikan oleh Bapak Presiden, terjadinya perang dagang, tidak hanya perang militer. Terjadi kenaikan instrumen tarif dan non-tarif, untuk membendung perdagangan antar negara. Ini kemudian yang menciptakan kerentanan terhadap global value chain atau rantai pasok global," ungkap dia.***