Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Mahfud MD Ungkap Alasannya Dulu Tolak RUU MK yang Kini Disepakati Pemerintah dan DPR

 

Mantan Menko Polhukam Mahfud MD mengungkap alasannya pernah menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) yang kini telah disepakati pemerintah DPR.

Saat masih menjabat dulu, kata Mahfud MD, ia menolak pengesahan RUU MK karena terkait dengan aturan peralihan pasal 87. Menurutnya, hal itu karena aturan tersebut tidak umum.

"Yang umum itu kalau ada aturan baru, yang sudah ada itu dianggap sah sampai selesainya masa tugas. Tapi di RUU itu disebutkan dengan berlakunya UU ini maka hakim MK yang sudah menjadi hakim lebih dari 5 tahun dan belum 10 tahun, harus dimintakan konfirmasi ke lembaga yang mengusulkannya," kata Mahfud MD ketika dikonfirmasi pada Selasa (14/5/2024) malam.

"Nah itu saya tidak setuju waktu itu karena itu bisa mengganggu independensi hakim MK. Pada waktu itu sedang menjelang pilpres sehingga bisa saja hakim MK dibayang-bayangi oleh ancaman konfirmasi kepada institusi pengusul itu. Maka saya waktu itu minta agar itu tidak diteruskan," sambung dia.

Terkait dengan perubahan sikap pemerintah yang kini telah menyepakati RUU MK untuk dibawa ke rapat pengambilan keputusan tingkat II dalam Rapat Paripurna DPR RI, Mahfud tidak mempermasalahkannya.

Menurutnya, hal tersebut sah secara kenegaraan. Di sisi lain, ancaman terhadap independensi hakim dalam memutus hasil Pilpres yang dikhawatirkannya juga sudah berlalu.

Namun menurutnya, aturan tersebut dapat dimaknai secara positif maupun negatif apabila nantinya disahkan Pemerintag dan DPR dan berlaku sebagai Undang-Undang.

"Kalau mau ambil positifnya misalnya, bisa saja UU nya disahkan lalu tiga hakim MK yang harus dimintakan konfirmasi, Saldi, dan Enny kepada Presiden lalu Suhartoyo kepada MA, lalu ketiganya dinyatakan supaya terus bertugas. Kan bisa konfirmasi. Sampai selesainya masa berlakunya SK masing-masing. Itu bisa," kata dia.

"Tapi bisa juga langsung diganti. Itu bisa juga. Nanti silakan saja. Itu sekarang sudah terjadi. Kalau bagi saya terutama yang Pilpres sudah selesai," sambung dia.

Ia menilai ketiga hakim MK tersebut juga tidak menjadi ancaman pemerintah apabila aturan tersebut berlaku dan mereka dinyatakan masih boleh bertugas sampai dengan selesainya SK mereka masing-masing. Hal itu, kata dia, karena Pilpres 2024 sudah selesai.

"(Mereka) Memang sudah tidak akan bertugas mengurusi Pilpres lagi. Sehingga diteruskan pun tidak apa-apa. Tinggal menangani kasus biasa dan itu biasa menjadi politik etis bagi pemerintah untuk menunjukkan bahwa kami nggak akan mecat meskipun aturannya begitu. Biar terus. Itu kan politik etis. Tapi saya tidak tahu perkembangan berikutnya," kata dia.

Sebelumnya pada akhir tahun 2023 lalu, Mahfud yang saat itu masih menjabat sebagai Menko Polhukam mengatakan draf revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (MK) belum disetujui pemerintah.

Mahfud mengatakan, belum ada kesepakatan antara pemerintah dan DPR yang diputuskan dalam rapat pengambilan keputusan tingkat satu.

Ia juga mengaku telah berkomunikasi dengan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly soal itu.

"Sampai sekarang ya saya sampaikan bahwa belum ada keputusan kemusyawaratan di tingkat satu, sehingga belum bisa, kan kita belum tanda tangan," kata Mahfud dalan konferensi pers di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat pada Senin (4/12/2023).

"Saya merasa belum tanda tangan, Pak Yasonna (red, Menteri Hukum dan HAM) merasa belum tanda tangan. Jadi ya saya sampaikan ke DPR," sambung dia.

Mahfud mengungkapkan hal itu dilakukan karena pemerintah masih keberatan terhadap aturan peralihan yang disusun DPR.

Menurutnya, dalam proses penyusunan aturan terkait jabatan perlu mempertimbangkan pedoman universal tentang hukum transaksional.

Sebab, Mahfud yang juga mantan Ketua MK itu menilai usulan DPR terkait revisi UU Mahkamah Konstitusi dapat merugikan hakim yang tengah menjabat.

Mahfud juga menyinggung Putusan MK Nomor 81/PUU-XXI/2023, yang dibacakan pada 29 November 2023 lalu.

Menurutnya putusan tersebut terkait dengan uji materiil UU MK menyangkut syarat usia minimal hakim MK.

Mahfud menjelaskan salah satu pertimbangan MK dalam putusan tersebut pada intinya menyatakan apabila terjadi perubahan undang-undang, maka tidak boleh merugikan subjek yang menjadi adresat dari substansi perubahan undang-undang itu.

"Kalau diberlakukan terhadap jabatan itu harus yang menguntungkan atau sekurang-kurangnya tidak merugikan subjek yang bersangkutan. Kalau kita ikuti yang diusulkan oleh DPR, itu berarti itu akan merugikan subjek yang sekarang sedang menjadi hakim. Sehingga kita pada waktu itu tidak menyetujui," kata Mahfud.

Ia juga mengatakan telah melaporkan soal aturan peralihan dalam revisi UU MK tersebut kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana di sela-sela KTT ASEAN pada 4 September 2023 lalu.

"Itu saya sudah melapor ke presiden, 'Pak, masalah perubahan undang-undang MK, yang lain-lain sudah selesai tapi aturan peralihan tentang usia kami belum clear dan kami akan bertahan agar tidak merugikan hakim yang sudah ada'. Nah jabatan baru ini yang baru masuk. 'Pak Menko silahkan'. Nah itu tanggal 4 sore. Di situ ada Menseskab, ada menteri lain juga di situ," kata Mahfud.

Pemerintah dan DPR Sepakat Bawa Ke Paripurna

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan TNI (Purn) Hadi Tjahjanto mengatakan pemerintah menerima hasil pembahasan Rancangan Undang-Undangan tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (RUU MK) di tingkat Panitia Kerja (Panja).

Atas nama Pemerintah, ia mengatakan sepakat untuk meneruskan hasil pembahasan RUU itu ke sidang Paripurna DPR RI.

Hal tersebut disampaikannya saat menghadiri Rapat Kerja dengan Komisi III DPR Pembahasan Pengambilan Keputusan Tk. I terhadap RUU tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi di Gedung DPR RI, Jakarta pada Senin (13/5/2024).

"Pemerintah sepakat untuk dapat meneruskan pembicaraan dan pengambilan keputusan tingkat II terhadap RUU Mahkamah Konstitusi di Sidang Paripurna DPR-RI," kata Hadi dalam keterangan resmi Humas KemenkonPolhukam RI pada Senin (13/5/2024).

Ia menyatakan berbagai poin penting dari perubahan atas UU MK yang telah dibahas bersama-sama akan semakin memperkokoh dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Selain itu, kata dia, hal itu juga akan semakin meneguhkan peran dan fungsi Mahkamah Konstitusi sebagai penjaga konstitusi negara (guardian of the constitution).

"Pemerintah berharap kerja sama yang telah terjalin dengan baik antara DPR RI dan Pemerintah, dapat terus berlangsung, untuk terus mengawal tegaknya negara kesatuan yang kita cintai bersama," kata dia.

Rapat kerja tersebut dipimpin Wakil Ketua Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar) Adies Kadir dan Wakil Ketua Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Habiburokhman.

Dilansir dari laman resmi DPR RI, Komisi III DPR RI dan pemerintah sepakat RUU MK dilanjutkan pada Pembicaraan Tingkat II dalam rapat Paripurna DPR RI.

Sebelumnya, Adies disebut telah meminta persetujuan dari para Anggota Komisi III dan Menteri Polhukam saat raker di Nusantara II, Senayan, Jakarta pada Senin (13/5/2024).

"Kami meminta persetujuan kepada Anggota Komisi III dan Pemerintah, apakah pembahasan RUU tentang Mahkamah Konstitusi dapat dilanjutkan pada Pembicaraan Tingkat II dalam Rapat Paripurna," kata Adies.

Dilaporkan, dalam rapat Adies telah menyampaikan bahwa pada 29 November 2023 lalu Panja Komisi III DPR RI dan Pemerintah telah menyetujui DIM RUU MK.

DPR dan pemerintah, kata dia, saat itu memutuskan bahwa pembahasan RUU tentang Mahkamah Konstitusi dapat langsung dilanjutkan pada Pengambilan Keputusan Pembicaraan Tingkat I atau Rapat Kerja di Komisi III.

Saat itu, panja disebut telah melaporkan hasil pembahasannya. Selain itu, fraksi-fraksi melalui perwakilannya juga disebut telah menyampaikan pendapat akhir mini fraksi, serta menandatangani naskah RUU MK saat itu.

Akan tetapi, pihak Pemerintah disebut belum memberikan pendapat akhir mini dan belum menandatangani naskah RUU tentang Mahkamah Konstitusi.

Disebutkan juga bahwa berdasarkan Pasal 163 Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib, mekanisme Pengambilan Keputusan pada Pembicaraan Tingkat I yang belum dilaksanakan yaitu pendapat akhir mini Presiden dan penandatanganan naskah RUU oleh pihak Pemerintah.

Sebelumnya, Komisi III DPR RI dilaporkan telah melaksanakan rapat kerja dengan Pemerintah pada tanggal 15 Februari 2023 yang lalu.

Pemerintah saat itu memberikan DIM RUU tentang Mahkamah Konstitusi, serta memutuskan bahwa pembahasan DIM dilaksanakan pada Tingkat Panja.

Atas dasar penugasan tersebut, Panja melakukan pembahasan DIM RUU tentang Mahkamah Konstitusi bersama Pemerintah, sampai dengan pembahasan RUU di tingkat Timus dan Timsin.

Sumber Berita / Artikel Asli: tribunnews

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved