Menko Polhukam Mahfud MD menegaskan organisasi atau kelompok masyarakat yang Hari Raya Idul Fitrinya berbeda boleh menggunakan fasilitas publik.
Pernyataan itu tampaknya menjawab pernyataan seorang pendakwah bernama Gus Nadirsyah Hosen yang meminta ormas dengan hari raya berbeda untuk menggunakan fasilitas pribadi.
Menurutnya, dalam fiqih keputusan hari raya mengikuti keputusan pemerintah namun negara tetap mentoleransi bagi yang menetapkan hari raya berbeda.
Oleh karena itu, bagi kelompok masyarakat tersebut diharapkan bertenggang rasa dengan tidak menggunakan fasilitas publik.
Usai muncul pernyataan tersebut, Mahfud menegaskan bahwa pemerintah mengimbau fasilitas publik yang dikelola pemerintah daerah boleh digunakan bagi yang ingin menggunakannya.
“Pemerintah menghimbau, fasilitas publik spt lapangan yg dikelola Pemda agar dibuka dan diizinkan utk tempat salat idul fithri jika ada ormas atau kelompok masyarakat yg ingin menggunakannya,” ujar Mahfud, dikutip WE NewsWorthy dari akun Twitter pribadi pada Selasa (18/4/2023).
Mahfud menegaskan untuk membangun kerukunan antar warga meski berbeda waktu hari rayanya. “Pemda diminta utk mangakomodasi. Kita hrs membangun kerukunan meski berbeda waktu hr raya,” ujarnya.
Tidak hanya itu, Mahfud juga menjelaskan bahwa perbedaan waktu hari raya juga ada dalam hadits nabi. Hal itu berkaitan dengan hilal. Adapun cara melihat hilal bisa dengan rukyat dan bisa juga dengan hisab.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini kemudian menjelaskan perbedaan cara melihat hilal dengan rukyat dan hisab. Ia menegaskan bahwa baik Nahdlatul Ulama (NU) maupun Muhammadiyah pada dasarnya sama-sama berhari raya di tanggal 1 Syawal.
“NU dan Muhammadiyah sama2 berhari raya pd tgl 1 Syawal. Bedanya hny dlm melihat derajat ketinggian hilal,” pungkas Mahfud.